Mohon tunggu...
Rudiyel Rijaal
Rudiyel Rijaal Mohon Tunggu... Koki - Karyawan pabrik

Orang baik, suka nulis pengalaman sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penggenggam Bara

13 September 2023   02:47 Diperbarui: 13 September 2023   02:54 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernikahan ibarat sebuah pintu gerbang bagi seseorang yang menjalaninya. Bisa jadi jalan kebaikan, atau keburukan setelahnya. Seseorang yang dimabuk cinta, dia akan dengan rela mengikuti dengan sepenuh hati ke mana yang dia cintai pergi. Asalkan tetap bersama, semua akan indah terasa. Dan semua aral melintang tak akan membuat lari dan berbalik arah.

 

Terkadang dengan pernikahan itu, seseorang berubah sikap. Terutama dengan keluarga. Jadi jauh. Tak lagi peduli. Tak lagi menaruh rasa hormat pada orang tua. Biasanya karena itu bermula dari sebuah pernikahan yang tidak direstui. Tidak direstui, akhirnya menempuh jalan pintas. Tetap menikah, tapi tanpa izin dari mereka.

 

Tapi banyak juga pernikahan yang menjadi jalan kebaikan. Dengan pernikahan itu, seseorang mendapat hidayah. Baik sebelum atau sesudah menikah. Hidayah berupa kembali pada ketaatan setelah lama jauh dari ibadah, disebabkan nasihat atau melihat secara langsung akhlak dari pasangannya, kemudian dia berubah. Terbawa ke arah kebaikan.

 

Atau hidayah berupa keimanan. Berubah keyakinan, menjadi seorang muslim. Dan hal itu tidaklah mudah. Sebab akan ada banyak pertentangan, terutama dari pihak keluarga yang tidak rela anaknya memeluk agama Islam. Mereka mengatakan, boleh pindah agama asalkan bukan Islam. Disebabkan karena ini dan itu. Bahkan ada yang mendapat ancaman, penyiksaan, bahkan mau dibunuh. Tapi bagi mereka yang keimanannya sudah mengakar kuat, mereka akan mempertahankannya mati-matian. Tidak peduli dengan dera dan siksa.

 

Betapa mahalnya sebuah hidayah itu. Manakala kita mengharapkan agar orang-orang yang kita sayangi mendapatkannya juga. Tapi, meski telah ditempuhi beragam cara, nasihat yang baik, untaian doa-doa tak kunjung putus, mereka tak juga berubah. Memang benar, hidayah itu murni hak prerogatif Allah Yang Maha Kuasa. Yang Maha Membolak-balikkan hati seseorang. Seseorang yang tadinya cinta bisa jadi benci, atau sebaliknya, yang tadinya benci bisa jadi berubah cinta. Bahkan menjadi pembela yang militan.

 

Sedangkan kita hanya bisa memberi penjelasan. Mengingatkan. Menasihati. Perkara itu diterima atau tidak, tugas kita hanya menyampaikan, setelah itu jadi urusan dia dengan Allah Ta'ala. Sebab Dia memberi hidayah itu hanya pada mereka yang dikehendaki. Maka beruntunglah orang-orang itu. Yaitu mereka yang dibimbing pada jalan yang lurus itu. Jalan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak.

 

"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk." (Q.S. Al Qasas:56)

 

"Aku mau baca syahadat!"

 Merupakan sebuah kalimat yang kau katakan lewat sebuah pesan singkat waktu itu. Di saat  kau terbaring lemah tak berdaya. Di saat keraguan itu menyeruak. Tuhan manakah yang mempertemukan kalian berdua. Tuhanmu, ataukah Tuhannya. Kemudian menaburkan cinta yang dalam. cinta yang tak mudah untuk dijalani. Karena sebuah perbedaan yang tidak mungkin untuk di satukan. Beda agama, beda keyakinan. Perbedaan yang saling berlawanan dalam banyak hal yang merupakan sesuatu yang fundamental. Tidak bisa diganggu gugat. Dan tidak bisa ditoleransi.

 

Di saat kau bimbang dalam menentukan arah. Jika hidupmu harus berakhir saat itu, ke manakah kau akan pergi? Membawa cinta yang sudah bersemi. Seperti benih-benih padi yang telah tersemai, kemilau menyambut hangatnya sinar mentari pagi. Haruskah layu dan mati? Ataukah malah bisa terus tumbuh dan berkembang memberikan kebahagiaan bagi para petani?

 

Kau tersentuh oleh lantunan ayat-ayat suci di kala fajar menjelang. Yang menyentuh kalbu. Yang semakin menguatkanmu. Untuk terus bertahan dan bangkit mengusir segala penat di kepala. Mengusir ragu yang terus saja dihembuskan melalui kata-kata yang indah. Namun kau tak goyah.

 

Kemudian cinta menguatkanmu. Melawan segala resah di dada. Juga segala risiko yang sudah pasti dihadapi oleh mereka yang juga sepertimu. Berganti keyakinan. Tentang Tuhan. Tentang Pemberi Kehidupan. Tentang ke mana melambungkan harapan dalam doa-doa. Tentang nama yang sering kali disebut, manakala terimpit beban yang teramat berat dalam kehidupan.

 

Hari itu mendung mengurung. Rabu yang kelabu menyejukkan tekadmu. Sebuah untaian kata yang bahkan bila ditimbang beratnya melebihi dunia dan segala isinya. Kau ikrarkan tanpa ada paksaan. Tapi karena cinta. Cinta yang mengenalkanmu. Cinta yang membuka hatimu. Cinta yang membawa damai di hidupmu. Dan cinta yang akan selalu menghiasi langkah-langkahmu.

 

Kau yakin, bahwa jalan tak selamanya mulus dan aman. Akan ada jalanan yang terjal dan mendaki yang harus kau lalui di hadapan. Tapi, tekad telah membaja. Tak akan luruh oleh cacian dan makian. Kau tetap berjalan. Bergandeng tangan. Saling menguatkan. Saling mengingatkan. Melintasi waktu. Membangun peradaban. Memberikan harapan. Membawa kebahagiaan.

 

Sebagai orang yang terpilih kau harus kuat. Sebab menjaga keimanan itu terkadang lebih berat. Ibarat menggenggam bara api. Jika dilepas kau akan terhempas, dan jika tetap digenggam kau yang akan legam. Begitulah.

"Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang menyekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan." (Q.S. Ali Imran:186)

 

Di saat banyak yang menggadaikan keimanannya, menukar dengan kenikmatan dunia, tapi kau lebih memilih untuk menjalani kehidupan yang berseberangan dengan apa yang selama ini dijalani. Baik dalam lingkup keluarga, di tempat kerja, ataupun dalam masyarakat yang telah mengenalmu sejak dulu kala.

 

Banyak yang hengkang dari pendiriannya karena suatu iming-iming. Jabatan, wanita, pria,  atau sekadar makanan yang diberikan karena kemiskinannya. Sehingga dengan hadirnya mereka, seolah datang malaikat penolong, yang siap memberikan bantuan tatkala mereka kelaparan.

 

Bahkan bisa jadi dikatakan, bahwa keputusan yang kau ambil itu, menjadi aib bagi keluarga. Tapi dengan sikap yang baik, tetap menjaga kesopanan, semua akan membaik seiring berjalannya waktu. Asal kau bisa membuktikan, bahwa dengan berubahnya dirimu, hidupmu jadi lebih terarah, lebih bahagia, dan lebih hormat pada mereka, terutama pada kedua orang tua.

 

Tidak ada halangan untuk tetap berbakti pada mereka, meski telah berbeda keyakinan. Sebagai wujud terima kasih pada mereka yang telah melahirkan, merawat, serta mendidik hingga dewasa. Dan yang lebih penting lagi adalah, karena berbakti pada kedua orang tua adalah merupakan ajaran agama. Yang akan menjadi amal saleh sang anak, manakala dijalani dengan ikhlas dan mengharap pahala dari Allah Ta'ala.

 

Berbakti kepada orang tua adalah sebuah amalan yang besar nilainya. Begitu juga sebaliknya, bisa jadi, azabnya di dunia.

 

Kau telah menemukan dirimu. Dalam rinai hujan. Dalam hari yang haru. Hari itu, kau layaknya terlahir kembali, tanpa noda. Setelah dihapuskan segala salah dan dosa. Kau seputih melati. Harum mewangi. Menebarkan cinta. Menghiasi bumi. Menentramkan hati.

Sebuah cerpen dalam buku "Bidadari Dua Dunia" Karya RudiYT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun