Mohon tunggu...
Rudi Darma
Rudi Darma Mohon Tunggu... Administrasi - pemuda senang berkarya

pemuda yang menjadi dirinya di kampung halaman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kita Harus Perkuat Toleransi dan Stabilitas Keamanan Hadapi Propaganda Transnasional

20 Desember 2024   21:44 Diperbarui: 20 Desember 2024   21:44 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin penulis menemukan sebuah narasi menarik di aplikasi threads. Threads adalah aplikasi media sosial yang dikembangkan oleh instagram untuk berbagi teks, foto video dan story. Sekilas threads mirip twitter, namun narasi dan visualnya jauh lebih santai.

Pemilik akun threads itu adalah seorang ibu-ibu yang kini membuka usaha homestay di Solo, sedangkan dia lahir dan besar di Jambi. Dalam narasinya dia menggambarkan bahwa dia besar di era 80-90 an di Muara Bungo, sekitar 50 km dari ibukota Jambi.

Di kota kecil penghasil batubara dan perkebunan itu, punya penduduk sekitar 3 juta jiwa dengan mayoritas adalah melayu Jambi. Adapun agama mereka mayoritas memang Islam (95%), namun di situ juga banyak penduduk beragama Protestan (3,3 % , Katolik, Budha , Kepercayaan Adat, Kong Hu Cu dan Hindu. Pada era 80-an saat dia masih sekolah dasar, anak-anak selalu merasa gembira jika Lebaran tiba. Tak hanya kunjung mengunjungi namun anak-anak yang beragama Non Muslim juga ikut memasak bersama para tetangga dan saat Idul Fitri tiba mereka saling bersalaman dan makan ketupat bersama.

Begitu juga saat Natal. Anak-anak muslim akan mengunjungi rumah teman-teman mereka yang sedang merayakan Natal, dan tanpa canggung mereka makan dan bersukaria bersama. Begitu juga saat Galungan Kuningan serta jika ada teman mereka yang Budha merayakan hari raya mereka. Mereka berbaur dan saling mengucapkan selamat.

Namun menurut sang pemilik akun, keakraban seperti dahulu itu tidak ada lagi. Beberapa temannya yang akan merayakan natal tahun ini sudah woro-woro kepada teman-teman akrabnya untuk datang saat natal nanti, makan dan bergembira bersama. Namun ajakannya itu bertepuk sebelah tangan. Tidak ada satupun temannya yang menyanggupi datang ke acara tersebut. Kesedihan terpancar pada raut wajahnya saat pemilik akun menghubunginya.

Intoleransi memang persoalan yang sangat serius selama tiga sampai empat dekade ini. Intoleransi, dibawa oleh faham transnasional yang mulai muncul saat era reformasi dan tumbuh subur sampai saat ini. Biasanya pemuja faham transnasional pada saat-saat ini memprovokasi umat Islam di Indoensia agar melihat perayaan agama lain sebagai ancaman - sesuatu yang tidak pernah terjadi pada era 80 an.

Pada saat ini, setelah pergantian kekuasaan presiden, kebutuhan akan toleransi dan stabilitas keamanan menjadi sangat penting. Pernyataan Prabowo Subianto yang menyoroti ketegangan geopolitik global juga memberikan peringatan. Ketidakstabilan global ini menjadi ruang gelap bagi kelompok radikal menyusupkan doktrin transnasional yang bertentangan dengan semangat keberagaman dan persatuan Indonesia.

 Dengan begitu, memperkuat toleransi dan stabilitas keamanan dalam menghadapi ancaman propaganda transnasional adalah tantangan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun