Mohon tunggu...
Rudi Darma
Rudi Darma Mohon Tunggu... Administrasi - pemuda senang berkarya

pemuda yang menjadi dirinya di kampung halaman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Efek Ilusi Kebenaran yang Berbahaya

2 November 2022   18:44 Diperbarui: 2 November 2022   18:49 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Ada pepatah yang bilang kebohongan yang diucapkan sebagai kebenaran dan diulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang maka akan membuat orang (bahkan banyak orang) juga menyakini bahwa itu adalah kebenaran. Semisal ada  seseorang yang mengatakan bahwa balon itu kotak dan bukan bundar. Jika itu diulang terus menerus maka akan banyak orang meyakini bahwa memang balon itu memang kotak.

Efek ilusi kebenaran ini dikemukakan oleh Lynn Hasher, David Goldstein dan Thomas Toppino pada tahun 1977. Mereka melakukan penelitian pada sekelompok orang dan diberi 60 pernyataan dan diminta untuk menandai apakah penyataan itu benar atau salah.  Minggu berikutnya sekelompok orang itu kembali diberi 60 pernyataan termasuk 20 pernyataan yang pernah diberi pada tahap awal. Para peneliti kemudian menemukan bahwa orang-orang tersebut akan cenderung menganggap pernyataan yang mereka sudah terima sebelumnya sebagai kebenaran.

Dari hal ini kemudian disimpulkan bahwa suatu informasi punya efek besar hanya karena repetisi. Dalam ilmu psikologi, repetisi adalah metode persuasi yang paling mudah dan palin banyak digunakan. Para psikolog menatakan bahwa fenomena efek ilusi kebenaran ini timbul karena adanya perasaan akrab dengan informasi itu. 

Jika informasi (yang mungkin salah itu) diulang-ulang, maka otak kita akan mengatakan bahwa itu kebenaran. Dalam psikologi ini disebut kelancaran kognitif. Kita bisa melihat repetisi dan teori efek ilusi kebenaran ini terjadi di banyak bidang kehidupan. Bidang politik, periklanan dan industry media.

Hanya saja, teori efek ilusi kebenaran itu akan menyulitkan bahkan membahayakan jika menyangkut beberapa hal, karena bisa jadi ini akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Apalagi jika berdampak pada masyarakat luas.

Minggu lalu kita dikejutkan dengan seoran wanita yang berinisial SE yang berusaha menerobos masuk istana dengan membawa pistol. Wanita dengan pakaian dan jilbab biru itu kemudian diketahui akan menemui Presiden Joko Widodo . Menurutnya dasar negara Indonesia yaitu Pancasila adalah salah karena tidak menggunakan syariat agama.

Terlepas dari wanita ini terindikasi terhubung dengan HTI atau NII, jelas sekali jika pandangan ini amat berbahaya. Kenapa ?

Soal dasar negara kita yaitu Pancasila adalah final sejak Indonesia diproklamasikan. Karena pada saat itu bukan saja satu agama yang bersama-sama berjuang dan mendeklarasikan Negara ini tapi beberapa agama bahkan beberapa keyakinan. Kita mungkin mengenal nama I Gusti Ngurah Rai yang merupakan pahlawan Indonesia dari Bali. Beliau beragama Hindu.

Begitu juga kita mungkin mengenal J Leimena. Dokter yang berasal dari Ambon ini merupakan orang pergerakan dan ikut memperjuangkan Indoensia dengan diplomasi. Beliau dekat Presiden Soekarno dan beberapa kali menjadi Menteri Kesehatan. Dia beragama Kristen. Kita juga mengenal Martha Titahayu, Frans Kasiepo, dll yang merupakan pahlawan dan beragama non Islam.

Apakah jasa dan kepercayaan mereka dinafikan karena sebagian besar Indonesia memeluk agama Islam?

Atau kita lupa jika Indonesia belum terbentuk dan masih dinamakan Nusantara, Nusantara banyak penganut Kejawen, Hindu Budha dan aliran kepercayaan lain. Lalu Islam dan Kristen masuk melalui pedagang dan para misionaris. Pada saat itu toleransi dan salin menhormati sudah terbangun. Kita ingat, saat dua misionaris dari barat inin menyebarkan agama Kristen di Papua, mereka meminta izin ke Sultan Ternate yang beragama Islam. Sultan mempersilakan bahkan mengutus orang Ternete menjadi penunjuk jalan bagi para misionaris ini.

Bangsa kita dibangundengan kondisi seperti itu ;  dengan kerendahan hati menerima orang yang berbeda keyakinan bahkan warna kulit dan bahasa. Berjuang bersama-sama merebut kemerdekaan dan mempertahankannya. Itu sebabnya Pancasila  lahir ; dengan keberagaman yang tidak bisa dipungkiri dalam kenyataan dan sejarah.

Sehingga jika satu golongan merasa bahwa keyakinannya layak menjadi dasar negara bahkan falsafah hidup bangsa ini, hal itu semacam kesalahan yang berulang-ulang sehingga seperti kebenaran. Memaksakan syariat islam sebagai dasar negara adalah kesalahan pandangan berbangsa bahkan berbahaya.  Ini sama saja dengan menerapkan efek ilusi kebenaran pada pandangan yang salah.

Ini yang harus diluruskan dan pasti kita tidak mau hidup dalam efek ilusi kebenaran bukan ?

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun