Mohon tunggu...
Rudi Toruan
Rudi Toruan Mohon Tunggu... -

Seorang PNS, pengajar, tinggal di Kalimantan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bencana, Menunda Kesenangan dan Solidaritas Berbangsa

17 Februari 2014   22:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:44 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Bencana yang bertubi-tubi datang dan dialami masyarakat Indonesia tidak diragukan lagi telah memberi duka dan kesedihan. Walaupun tinggal di pengungsian, dapat makan dan minum dari relawan dan pemerintah, tidak dapat dipungkiri duka dan kesedihan terpancar dari setiap wajah pengungsi. Duka karena kehilangan anggota keluarga, kesedihan karena kehilangan harta benda, kesempatan sekolah, kesempatan bekerja dan yang lebih pentingnya kehilangan kesempatan untuk hidup normal.

Dari tampilan televisi terlihat, bahwa kehidupan pengungsi serba terbatas dan kekurangan. Bagaimana tidak, mereka seperti tercabut dari kehidupan normalnya dan menjalani kehidupan di tempat lain yang asing dari kehidupan sehari-hari. Dari makanan yang dijatah, tempat tidur yang harus berbagi, sampai urusan-urusan pribadi (MCK) juga sangat terbatas dan kekurangan. Mulai dari kekurangan selimut, pakaian, MCK, obat-obatan; belum lagi rumah tinggal mereka dan kebun atau lahan tempat mereka mencari nafkah juga rusak.

Dalam perenungan saat menonton ini semua, saya tertegun mengingat makan siang yang baru saja saya jalani. Ditraktir teman saya melirik kepada bill yang diberikan pelayan dan angkanya mencapai hampir satu bulan gaji saya. Langsung saya berfikir, seandainya makan siang saya disumbangkan kepada para korban bencana, mungkin sudah dapat memberi makan sekitar seratus orang pada saat ini, atau dua puluh selimut, atau duapuluh kaleng susu bayi. Hal ini saya perluas, seandainya orang lain juga berfikir hal yang sama, dan imajinasi saya berubah menjadi beberapa hitung-hitungan berapa banyak dana yang dapat dikumpulkan dari hasil menunda kesenangan sesaat seandainya saya dan beberap orang memikirkan hal yang sama.

Pertama, jutaan orang makan siang di luar baik di restoran, warung atau ditempat lain. Seandainya satu juta orang berpuasa makan siang, dengan rata rata pengeluaran Rp 10.000,- (ada banyak orang bahkan lebih), maka satu hari itu akan dapat terkumpul 10 Milliar, dan kalau sampai empat kali dalam satu bulan bisa mencapai 40 Milliar. Kedua, seandainya 100 ribu orang ibu-ibu dan remaja putri ‘puasa’ ke salon bulan ini, yang rata-rata biaya salon adalah 25 ribu, maka dapat mengumpulkan 2,5 s/d 3 Miliar, Ketiga, seandainya satu juta pemilik kendaraan bermotor (dari hampir 100 juta pemilik) dapat menghemat pengeluaran bensin atau mengurangi perjalanan yang tidak penting bulan ini dua liter (13.000), maka dapat dikumpulkan sebesar 13 Milliar; keempat, seandainya satu juta (dari hampir 100 juta) pemilik telepon genggam atau sejenisnya, dapat menghemat pulsa telpon/internet sebesar 10 ribu, maka dapat mengumpulkan 10 Milliar, kelima, seandainya satu juta anak sekolah menghemat uang jajan mereka, sebesar 2 ribu s/d 5 ribu (atau bahkan meminta mereka menyumbangkannya), maka bisa mengumpulkan 2 s/d 5 milliar rupiah. Setelah di hitung-hitung, maka dalam satu bulan dapat terkumpul dana bantuan bencana sekitar 62 sd 90 an Milliar dalam hanya satu bulan.

Semua perhitungan diatas adalah perhitungan yang sangat mungkin dilakukan oleh sebagian besar penduduk yang tidak mengalami bencana. Namun langkah ini, perlu dikampanyekan misalnya melalui media sosial, iklan layanan masyarakat, baik melalui media cetak atau televisi. Hal yang paling memungkinkan dan paling mudah sebenarnya adalah pengumpulan dana melalui pemotongan pulsa telepon. Beberapa waktu yang lalu (kalau tidak salah ketika bencana di Aceh), salah satu operator telepon menggalang dana dengan mengirim sms premium dengan beberapa nomor dan mengirimkan pesan simpati terhadap bencana. Setiap pemilik telepon, setiap saat dan setiap tempat dapat langsung mengirimkan bantuannya melalui pemotongan pulsa telepon.

Tentunya, hal diatas sangat bergantung kembali kemauan kita bersama dalam semangat menolong saudara-saudara yang mengalami bencana. Dengan membantu seperti ini, kita sudah dapat menjadi ‘relawan’tanpa harus datang kelokasi bencana. Dengan dana yang dikumpulkan, banyak hal yang sudah bisa kita bantu. Contohnya, dapat dibangun MCK, dapat memberi susu bayi-bayi di pengungsian, dapat memperbaiki infrastruktur, sekolah, rumah ibadah paska bencana. Dan hal ini akan memupuk solidaritas diantara masyarakat yang kena bencana dengan masyarakat yang tidak terdampak bencana. Ke depan, jika hal ini bisa terwujud, akan ada ikatan ‘kebangsaan’atau solidaritas di semua tempat. Orang di Sinabung merasakan bantuan dari Papua, orang di Gunung Kelud merasakan bantuan dari Sulawesi, dan lain sebagainya. Perasaan ini mungkin dapat memperbaiki seluruh aspek hidup kita berbangsa dan bernegara (hanya sekedar perenungan, sambil mencatat beberapa nomor rekening di TV). Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun