"Untuk partai penguasa, kampanye di sekolah itu tidak apa-apa, kalian mau apa?"
MUNGKIN itu yang dipikirkan oleh penyelenggara "Syukuran Warga", acara syukuran dalam rangka telah dilantiknya Rahmulyo Adiwibowo menjadi Anggota DPRD Kota Semarang periode 2024-2029, sekaligus sosialisasi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi serta bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng dan Iswar Aminuddin yang diusung oleh PDI Perjuangan di lapangan SMPN 14 Semarang, Sabtu 21 September 2024 pukul 19.30 sampai selesai.
Tim penyelenggara acara tersebut juga membuat pamflet acara dengan informasi adanya hiburan OM Dewandaru dan menyantumkan logo partai PDI Perjuangan serta disebarkan melalui media sosial yang terafiliasi dengan penyelenggara.
Sekali lagi ini mungkin yang dipikirkan penyelenggara, karena menurut penulis, PDI Perjuangan di Kota Semarang merupakan partai pemenang, dengan perolehan 14 kursi dari total 50 kursi di DPRD Kota Semarang.
Bisa dikatakan, PDI Perjuangan merupakan partai penguasa di Kota Semarang, apalagi memiliki Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu yang juga merupakan kader partai berlambang banteng moncong putih tersebut. Ketua sementara DPRD Kota Semarang juga merupakan kader partai tersebut, yaitu Kadarlusman (Pilus).
Siapa yang berani melarangnya?? Penyelenggara Pemilu? Kan ini masih bakal calon, belum ditetapkan sebagai calon. Dan ini hanya sosialisasi (sekali lagi, mungkin ini yang akan jadi pembelaan panitia penyelenggara). Â
Tapi menurut penulis, propaganda tersebut menarik, ketika pelaksanaan kampanye politik di fasilitas sekolah negeri masih menjadi perdebatan panjang.
Seperti kita ketahui, kampanye politik merupakan bagian integral dari proses demokrasi, di mana calon pemimpin dan partai politik menyampaikan visi, misi, serta program mereka kepada masyarakat untuk mendapatkan dukungan. Namun, konteks tempat dan cara kampanye yang kali ini dikemas dengan istilah "sosialisasi" sering kali menjadi perdebatan, terutama ketika berkaitan dengan fasilitas publik seperti sekolah. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XXI/2023 menegaskan bahwa kampanye di tempat pendidikan dilarang, kecuali dengan izin dari penanggung jawab tempat tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah kampanye terbuka masih bisa dilakukan di fasilitas sekolah?
Peraturan yang ditetapkan oleh KPU dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 mencerminkan upaya untuk menjaga netralitas institusi pendidikan dan melindungi siswa dari pengaruh politik yang tidak diinginkan. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman untuk belajar, tanpa adanya tekanan atau pengaruh dari kepentingan politik. Oleh karena itu, larangan kampanye di sekolah, kecuali dengan izin, menunjukkan bahwa ada kebutuhan untuk memastikan bahwa aktivitas politik tidak mengganggu proses pendidikan.
Meskipun kampanye di fasilitas pendidikan dilarang secara umum, adanya kemungkinan untuk mendapatkan izin membuka peluang bagi calon pemimpin untuk berinteraksi dengan sumber daya yang ada di sekolah tersebut. Jika penanggung jawab sekolah memberikan izin, maka kampanye dapat dilakukan, tetapi harus memenuhi syarat tertentu, seperti tidak menggunakan atribut kampanye. Ini menjadi tantangan tersendiri, karena kampanye yang efektif sering kali bergantung pada penggunaan atribut visual yang kuat.