politik Kota Semarang, yaitu proses pendaftaran di Pilwakot Semarang 2024.
SORE ini, sepulang bekerja saya membuka ponsel untuk melihat berita yang sedang terjadi di Kota Semarang. Saat membuka google, yang muncul di beranda saya adalah berita di sebuah media tentang perkembanganAS Sukawijaya alias Yoyok Sukawi dan Joko Santoso atau Joko Joss menjadi pasangan pertama yang mendaftarkan diri sebagai calon wali kota dan calon wakil wali kota Semarang pada Pilwakot 2024 di Kantor KPU Kota Semarang, Rabu (28/8/2024).
Yang menarik dari berita tersebut, pasangan calon ini (media menyebutnya Yoyok-Joss-red) diusung oleh sembilan partai politik, yakni Partai Demokrat, Gerindra, PKB, PKS, PSI, Golkar, PAN, PPP, dan Nasdem. Selain itu juga didukung delapan partai non-parlemen, yaitu Partai Buruh, Perindo, Gelora, Garuda, Hanura, PKN, dan PBB, dan Prima.
Waow... hampir seluruh partai politik yang mengikuti pemilu di Kota Semarang dan hanya meninggalkan PDI Perjuangan, sebagai partai parlemen yang tidak tergabung dalam koalisi ini.
Menurut saya hal itu menarik, karena sosok Yoyok Sukawi dan Joko Santoso ternyata dipercaya oleh hampir seluruh partai politik, untuk maju di Pilwakot Semarang 2024.
Lalu ke mana PDIP, yang hingga kini belum juga mendaftarkan calonnya, padahal masa pendaftaran paling lambat 29 Agustus 2024?
Tampaknya (ini asumsi saya-red) PDIP mengalami kebingungan dalam menentukan calon yang akan diusung. Padahal sebelumnya, PDIP memiliki calon potensial, yaitu Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang akrab disapa Mbak Ita. Saat ini, Mbak Ita juga masih menjabat sebagai Wali Kota Semarang dan dipandang memiliki kemampuan yang cukup untuk melanjutkan kepemimpinannya.
Namun, situasi yang dihadapinya sangat rumit. Mbak Ita terlibat dalam masalah hukum yang sedang ditangani KPK terkait dugaan korupsi dan gratifikasi, dan tentu menjadi batu sandungan besar bagi karir politiknya.
Ketidakpastian tersebut tidak hanya memengaruhi citranya sebagai calon, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan PDIP untuk mempertahankan dukungan di tengah situasi yang tidak menguntungkan.
Satu hal yang menarik dari situasi ini adalah bagaimana internal partai, sangat berpengaruh terhadap perjalanan politik Mbak Ita. Banyak isu yang beredar bahwa ada peran-peran internal partai yang justru merusak dukungan terhadapnya saat memimpin Kota Semarang.
Dalam politik, konflik internal sering kali menjadi musuh terbesar bagi calon yang seharusnya diuntungkan oleh dukungan partai. Dalam hal ini, PDIP harus merenungkan apakah mereka mampu bersatu dan mendukung calon yang memiliki potensi, atau justru terjebak dalam pertikaian internal yang berujung pada kerugian.
Di tengah ketidakpastian itu, pasangan Yoyok Sukawi dan Joko Santoso justru muncul sebagai kekuatan dominan, didukung hampir semua partai politik. Dalam konteks ini, ungkapan "Wes Lah, Mending Gabung Wae" menjadi relevan bagi saya, menggambarkan situasi di mana PDIP perlu mempertimbangkan langkah strategis untuk tetap relevan.
Kemunculan pasangan Yoyok Sukawi dan Joko Santoso sebagai calon kuat menunjukkan bahwa mereka mampu mendapatkan dukungan dari hampir semua partai politik. Bayangkan, jika dijumlah total kursi di parlemen dari partai politik yang mengusungnya adalah 36 kursi. Sedangkan PDIP hanya memiliki 14 kursi di DPRD Kota Semarang.
Hal ini mencerminkan kekuatan koalisi yang solid, yang menjadi tantangan serius bagi PDIP. Dengan dukungan dari sembilan partai parlemen dan delapan partai non-parlemen, Yoyok dan Joko memiliki modal politik yang kuat untuk meraih suara masyarakat. Situasi ini menuntut PDIP untuk bergerak cepat dan strategis agar tidak tertinggal dalam kompetisi.
Menghadapi kondisi yang membingungkan tersebut, PDIP sepertinya harus bijak dalam mengambil langkah politis. Mereka perlu melihat kemungkinan untuk bergabung dalam koalisi mendukung Yoyok Sukawi-Joko Santoso, dan memunculkan calon tunggal di Pilwakot Semarang. Itu sah-sah saja, dan menurut saya lebih realistis.
Meski dalam proses demokrasi itu tak menarik, namun jadi oposisi juga bukanlah pilihan yang menguntungkan. Meski bergabung dalam koalisi, PDIP tentu juga bisa menjalankan fungsi pengawasan di legislatif, mengingat besaran jumlah kursi yang dimiliki PDIP.
Namun menurut saya sebagai warga Kota Semarang yang ingin kondusifitas wilayah terjaga, ungkapan "Wes Lah, Mending Gabung Wae" menjadi ajakan untuk bersatu demi kepentingan bersama, meskipun harus mengorbankan ambisi pribadi atau kepentingan internal.
Toh di Pilkada 2020 Kota Semarang, pasangan Hendrar Prihadi-Hevearita Gunaryanti Rahayu juga menjadi calon tunggal, dan akhirnya setelah memimpin, dalam pemerintahannya juga berjalan baik, proses demokrasi pun juga tak mengecewakan.
Wes lah, mending gabung wae... ini demi proses membangun Kota Semarang secara bersama-sama, agar lebih baik.(*)
Semarang, 28 Agustus 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H