Suzuki pun akhirnya kembali menurunkan model pickup-nya meskipun terlambat.
Sekali lagi kawan, idealisme kadang harus berbenturan dengan sebuah anomali pasar. Apa yang dianggap baik dan mumpuni oleh pabrikan kadang harus berbenturan dengan selera pasar. Apakah riset analisa pelanggan yang salah? Sekali lagi ini hanya sebuah anomali perilaku pasar Indonesia yang unik. Mereka tidak bisa dipaksa menyukai mobil yang dikeluarkan oleh pabrik. Karena prinsip konsumen Indonesia, masih konservatif yaitu mencari alat transportasi all in. Ia bisa menjadi mobil keluarga, belanja, pelesir, bahkan harus bisa menjadi moda angkut komoditas jualan di pasar.
Anomali lain adalah dalam memperlakukan ladder frame. Pabrikan merancang mobil ladder frame pada dasarnya untuk moda angkut personil pertambangan/perkebunan. Ia seharusnya 'melahap' medan berat, maka penggerak 4 roda menjadi wajib ada.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, mobil ladder frame ini keluar dari habitatnya berkeliaran di perkotaan dengan jalan aspal. Bisa dibayangkan jika mobil dengan tenaga lebih dari 200hp harus melenggang di jalanan aspal. Ia akan terkesan arogan, karena pada dasarnya itu bukan habitatnya.Â
Analoginya, seperti kita melepaskan kerbau dari kubangan lumpur untuk melenggag di jalanan umum. Lebih anomali lagi, Ladder frame diperlakukan berbeda dan lebih istimewa. Padahal di habitat aslinya (perkebunan/pertambangan), ia tak ubahnya mobil biasa yang tiap hari mandi lumpur layaknya kerbau.
Kawan, produk terbaik di suatu tempat, belum tentu bisa manjadi produk yang laris di tempat lain. Kasus Ladder Frame adalah contoh nyata anomali pasar Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H