Mohon tunggu...
Rudi Salam Sinulingga
Rudi Salam Sinulingga Mohon Tunggu... -

Menerima undangan Untuk menjadi Narasumber di Seminar Pendidikan, in-house Training, public speaking, motivation class, Entrepreneurship Seminar, dll Rudi Salam Sinulingga (Speaker, Motivator and Entrepreneur) Untuk informasi: HP/WA: 081265972544 BBM : 579256C5 Be smart, creative and professional!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggugat Arogansi Tenaga Pendidik

3 Mei 2016   15:10 Diperbarui: 3 Mei 2016   15:17 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Kebetulan si mahasiswa tadi juga sedang mengandung, dan harus berusaha keras untuk berjumpa si dosen pembimbingnya, dan situasi ini malah dimanfaatkan oleh si dosen tadi.  Ketika bepergian si dosen tadi seringkali meminta tiket gratis kepada mahasiswa bimbingannya yang sedang hamil itu dan Maskapai penerbangan itupun harus sesuai dengan permintaan si dosen. Betapa buruknya perilaku tenaga pendidik seperti ini. Lama-kelamaan si mahasiswa ini tidak tahan lagi akibat seringkali diperas oleh dosen pembimbingnya, dia bercerita kepada suaminya yang kebetulan adalah seorang aparat, maka timbullah emosi dan melaporkan hal itu ke universitas tempat isterinya sedang kuliah. Pada akhirnya ditemukan kesepakatan, dosen pembimbingnya itu diganti dan tidak akan tidak akan dipersulit untuk penyusunan skripsinya. Jika kesepakatan ini dilanggar, maka suami si korban tadi akan melapornnya ke pihak berwajin dan membuat berita di media.

Dan yang paling tidak manusiawinya lagi adalah ketika di dalam proses penyusunan skripsi, si mahasiswa mengalami kesulitan dalam penyusunan skripsinya, entah itu karena dipersulit si dosen pembimbing atau memang si mahasiswa memang sulit melakukan saran dari dosen pembimbingnya (?). Salah satu cara pintas yang dianggap  pantas adalah ketika si dosen tadi meminta melakukan hubungan suami isteri bersama si mahasiswa bimbingannya. Jika si mahasiswa tadi menolak, maka sudah dipastikan proses pembimbingan skripsinya tidak akan selesai dan akhirnya akan memperlama proses perkuliahannya. Alhasil si mahasiswa tadi terpaksa harus ditiduri si dosen tadi. Betapa bejatnya…! Si dosen tadi seharusnya menjadi sosok ayah di institusi pendidikan tadi justru berubah menjadi sosok monster yang ditakuti oleh anak didiknya.

 Contoh lain dari proses penyusunan skripsi adalah ketika dalam proses bimbingan si dosen jarang sekali memberi masukan untuk perkembangan skripsi si mahasiswa. Ketika bimbingan skripsi berlangsung, si dosen tadi hanya enaknya saja mencoret proposal skripsi si mahasiswa tanpa memberi masukan apa apa saja yang harus diperbaiki. Seharusnya dosen pembimbing memberikan masukan, di bagian mana saja yang harus diperbaiki, misalnya di bagian teori, data, dan lain-lain.

Dan paling anehnya juga adalah ketika seminar proposal dan meja hijau berlangsung, para dosen pembimbing dan penguji meminta jenis makanan seperti selera mereka. Tidak tanggung-tanggung mereka seringkali meminta jenis makanan dan minuman dari restoran ternama yang ada di seputaran kampus tersebut. Semua mahasiswa yang harus mengikuti seminar proposal atau meja hijau mau tak mau harus melakukan seperti yang diminta oleh si dosen tadi. Apakah dosen-dosen tadi tidak pernah mencicipi menu makanan tadi, jarang menikmatinya, atau entah alasan mana lagi. Namun itulah realita, dan sebagian orang pasti pernah mengalami situasi seperti yang saya tuliskan ini. Meja belajar berubah menjadi meja makan. Meja belajar berubah seperti meja makan di pesta. Tenaga pendidik menunjukkan arogansinya dengan cara yang terang-terangan, tanpa merasa malu lagi dengan identitas yang mereka emban. Miris memang….! Sedih memang....!

Ketika berbagai kejadian ini muncul di permukaan, maka yang menjadi pertanyaan dan seringkali muncul adalah, “Siapakah yang salah di setiap kasus tersebut?”.  Apakah usaha kita untuk meminimalisir kejadian tersebut? Institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat mereka yang memiliki integritas dan karakter yang baik justru dijadikan seperti sarang penyamun. Institusi pendidikan yang seharusnya menjadi rumah kedua dari para peserta didik dan di dalamnya mereka mendapatkan kenyamanan, jauh dari segala macam ancaman, justru berubah menjadi tempat yang penuh dengan ketidakberesan. 

Meskipun ada banyak tenaga pendidik yang memiliki karakter tersebut, di lain tempat masih banyak juga tenaga pendidik yang memiliki nilai kejujuran, integritas, dan karakter yang baik. Sudah sepantasnya kita harus mengawasi sistem pendidikan yang sedang berlangsung di tengah masyarakat, yaitu memberikan masukan dan kritikan ketika terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Di lain sisi, fungsi dosen pembimbing akademik tidak hanya tertulis di kertas data mahasiswa, melainkan hal itu harus dijalankan dengan baik. 

Dengan adanya komunikasi antara si mahasiswa dan dosen pembimbing akademik, maka akan ada diketahui perkembangan akademik si mahasiswa tadi. Cara ini termasuk salah satu cara untuk meminimalisir tindakan kejahatan yang dilakukan oleh tenaga pendidik atau mahasiswa lain kepada seorang mahasiswa, dan dengan cara itu pula dosen pembimbing akademik akan mengetahui lebih dekat ketika ada permasalahan yang di alami oleh mahasiswa.

Bravo…Salam pendidikan dan Salam perubahan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun