Mohon tunggu...
rudi kafil yamin
rudi kafil yamin Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa yang tak kunjung berkarya

Bergaya dengan karya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Karir Wanita di Antara Budaya Patriarki

19 Maret 2020   17:58 Diperbarui: 19 Maret 2020   17:55 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catatan ini dimulai dengan pertanyaan " Bahas tentang wanita karir tapi galupa sama kodratnya sebagai wanita", begitulah satu pesan masuk dari temanku,
Bila di ibaratkan dalam permainan catur, wanita bisa menjadi kuda, kuncung, atau bahkan benteng. langkahnya bisa ditebak kemana ia akan melangkah namun beda dengan pria langkah nya sama seperti Ster bisa nga gitek kaditu kadie wkwkwk (Hereuy cuy).
Izinkan saya menulis dengan penuh ke hati-hatian dalam menulis topik ini. satu hal yang terbesit dalam kepala adalah bahwa manusia selalu dihapkan dengan pilihan yang sulit (Dilematis).

Dalam catatan ini saya mengajak Milanisti untuk berdiskusi mengenai topik ini.

Saya kira, membuat keputusan adalah hal yang paling sulit dilakukan manusia. Entah sebagai wanita atau pria. Kemudian, kita tidak pernah tau masa depan akan memiliki bentuk yang seperti apa. Maka munculah beberapa macam spekulasi. Hal yang paling dekat dijumpai oleh wanita adalah saat memasuki usia dewasa apakah ia harus melanjutkan karirnya atau menerima kodratnya sebagai wanita, tak lain adalah menikah. Sedangkan memiliki mimpi adalah hak setiap manusia.

Bedanya dengan pria adalah keduanya bisa diambil dalam waktu yang sama, menikah atau melanjutkan karir bisa diambil kapanpun namun akan menjadi benalu apabila wanita mengambil langkah yang sama seperti pria karena budaya telah membuat semacam aturan atau sanksi sosial mengenai kehidupan atas langkah yang diambil wanita.

Pilihan yang sangat dilematis, mengenai harapan dan ego didalam keluarga.

Mila berkata" Pilihan dilematis yang dihadapi wanita adalah bentuk dari budaya dan agama yang ditambah dengan bumbu patriarki" tambahnya," mengalami dilema antara karir atau kodrat (pandangan budaya patriarki) adalah sesuatu yang baik. Mila menganggap bahwa kodrat yang diciptakan budaya dan agama adalah mengurus rumah tangga, melahirkan, ngurus anak dan seterusnya.

Saya menggaris bawahi bahwa sesuatu yang baik itu adalah upaya kita terus berfikir dan menimang apa yang akan hendak kita ambil.
Tidak ada yang salah dalam mengurus rumah tangga, melahirkan dan ngurus anak dalam pandangan saya pribadi hal tersebut adalah tujuan yang pasti dikemudian hari. Namun yang menjadi persoalannya adalah siap atau tidak nya. Siap berarti mampu menerima resiko dan tidak berarti mampu menerima resiko juga.

Mila percaya bahwa wanita tidak bisa seutuhnya menumpas habis budaya patriarki sebab Jahilliyah bukan lagi sebagai zaman akan tetapi sebagai pola pikir dan perilaku kolektif yang paling berkuasa atas tubuh perempuan. Maka wajaralah apabila wanita seusiaku atau dibawahnya mengalami dilema antara karir dan 'Kodrat' atau melaksanakan keduanya.

Hal yang paling bisa wanita lakukan adalah melawan, berani bicara atau menulis memperjuangkan hak-hak perempuan. Karena, memilih karir akan tetap di cemo'oh, memilih rumah tangga akan dicemo'oh, memilih keduanya juga akan dicemo'oh.
Skak ster ya mil, Kataku padanya :)
 
Lanjut Mila, "Aku sendiri, memiliki pandangan bahwa perempuan mempunyai hak untuk memilih hidupnya seperti apa, apapun yang dipilih dan dikehendaki tanpa intervensi hal-hal toxic dari luar maka teruslah berjalan dan percaya dirilah. Kesetaraan tidak akan pernah ada apabila masih saja banyak laki-laki yang memandang perempuan objek (selangkangan, payudara, paha, dlsb), atau sebaliknya perempuan memandang laki-laki sebagai objek (mesin uang)".
 
Skak Mat ieu mh mil, seru ku padanya :(
 
Mila mengakui bahwa "Kita perlu kesadaran masyarakat bahwa seyogiyanya perempuan dan laki-laki itu setara sebagai manusia, ketika sudah memiliki kesadaran seperti itu maka akan hadir kemashlahatan di rumah atau pun di luar. Perempuan yg sudah menikah rentan dengan kuasa suami, dan perempuan yang lajang rentan kuasa bapak dan saudara lakilaki".
 
Wasit memberi tambahan waktu dan Mila masih menggebu-gebu "Mau apa pun yang dipilih asalkan kehendak diri perempuan sendiri, ambil dan jalanilah! Tetapi hati, perempuan yang melawan harus sambil dengan wawasannya juga, biar jelas ke arah mana kita melawan. Menjadi perempuan karir tidak salah, menjadi perempuan yg mengurus rumah tangga tidak salah, atau kedua-duanya juga tidak salah. Asalkan tidak merasa diperbudak oleh apa pun dan siapa pun."
 
Mila kini dilahap api cemburu " Sesungguhnya kodrat perempuan itu bukan yang telah diciptakan oleh nalar budaya yang sudah mengakar di kehidupan kita, kodrat perempuan itu menstruasi, melahirkan, nifas, dan menyusui---bukan melayani laki-laki".
 
Sejarah pun bergetar, Mila kini diburu waktu " Karena manusia (lakilaki dan perempuan) harus sampai pada perspektif bahwa jati dirinya bukan hanya fisik saja, tetapi nonfisik. Kalau hanya sampai pada fisik saja maka hanya akan memandang sebagai objek, sedangkan ketika kesadaran manusia sudah sampai pada nonfisik akan memahami bahwa manusia itu makhluk berakal, makhluk intelek".
 
Bilamana nanti ada wanita yang hendak melawan, Mila berpesan untuk tetap hati-hati sambil berbekal wawasan, namun wawasan tanpa praktek, dan praktek tanpa wawasan adalah sebuah impoten.
Dan pada akhirnya saya tak diberi waktu atau ruang untuk memberikan opini mengenai topik ini, skor sementara dimenangkan oleh Mila di Leg pertama bahwa apa yang terjadi hari ini kepada wanita disebabkan oleh budaya patriarki titik gapake koma.
 
Saya pun berandai-andai bilamana nanti saya memiliki anak perempuan saya satu pendapat dengan Mila tidak ada yang salah  antara memilih karir atau kodrat sebagai wanita, yang salah adalah kita menyesali apa yang telah kita pilih, jalanilah hidupmu sendiri sebab itu adalah hakmu. Namun burung yang bisa terbang bebas pun memiliki batas sebab tidak pernah ada pijak di cakrawala.
 
Kemudian saya pun berandai-andai kembali apabila nanti anak perempuan saya masih Lajang yang rentan dikuasai oleh Bapak atau saudara laki-laki seperti kata Mila. Sesungguhnya itu adalah bentuk Ka Nya'ah karena saya pribadi tidak mengetahui betul budaya patriaki terbentuk menjadi seperti itu, yang saya rasakan adalah ketika nanti seorang lelaki mengatur wanita pada hakikatnya selalu didasari rasa agar ia aman, just it. Terlepas opini tersebut menghasilkan stigma bahwa lelaki ingin memiliki atau menguasai wanita hal tersebut sudah masuk kedalam ranah Ka Nya'ah seorang lelaki dan insting lelaki. Hal tersebut muncul secara spontan tidak ada sedikit pun terbesit dalam benak untuk memiliki atau menguasai yang memiliki konotasi sebagai perbudakan.
 
Tiba-tiba Arcok  alias Ari Coklat muncul dalam catatan ini, ia bilang " Aku lemah tanpa wanita ud, karena wanita adalah semangatku hidupku"
Manusia memiliki insting dalam kemajuan nya sendiri, terlepas dengan apa yang mereka inginkan. Namun seberapa besar mereka meyakinkan keyakinan nya sendiri.

Maka kesimpulan catatan ini adalah yakinlah pada jalan yang hendak kalian tempuh, jalan manapun sama memiliki legok disela-sela jalannya :)
Dengan penuh rasa hormat dan maaf apabila ada yang tak merima terhadap catatan ini, karena se keras-keras nya saya berfikir sebagai lelaki saya tak bisa menjadi wanita begitupula dengan apa yang diharapkan wanita terhadap lelaki.
 
Instagram: @catatan kafil
10 maret 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun