Mohon tunggu...
rudie chakil
rudie chakil Mohon Tunggu... Karyawan swasta -

Biarkan Ego Muthmainahku Berkreasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Kuliner] Hakikat Bubur Merah-putih

6 Juni 2016   16:41 Diperbarui: 6 Juni 2016   18:57 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Karena masa yang lalu, adalah 'nasi yang sudah menjadi bubur', dan meskipun sudah menjadi bubur kita wajib menerima kenyataan, dan mengambil pelajaran dari apa yang sudah terjadi. Makanya dibuatlah bubur merah-putih ini," bicara laki-laki berputih mata abu-abu sayu itu.

"Terus hubungannya sama mencukur rambut bayi, apaan yaa Mbah...?" tanyaku heran.

"Ah, itumah karena sudah menjadi tradisi saja, Le," Kakek mengambil baskom. Akupun menurunkan nasi yang sudah menjadi bubur dari atas kompor.

"Kalau itu sudah berubah arti, menjadi skala kecil. Kamu berubah menjadi kaum putihan dan istrimu menjadi kaum abangan, atau sebaliknya. Dan dengan lahirnya seorang anak dari pergumulan kamu berdua, maka lahirlah sebuah 'kemutlakan' yang disimboliskan dengan bubur merah-putih ini. Ini diharapkan bisa sesuai dengan harapan Kanjeng Sunan Kalijogo," ucap kakek seraya memindahkan setengah panci bubur, ke dalam baskom.

"Ohh, iya iya, Mbah," aku mengangguk-angguk, sebab baru memahami tentang sebuah makna yang dalam, dari kuliner nusantara.

Aku menuangkan potongan gula merah ke panci yang kembali diletakkan di atas kompor. Kakek mengaduk-aduk gula merah itu.

"Siang-malam, baik-buruk, perempuan-laki-laki, benar-salah, surga-neraka, kiri-kanan, atas-bawah, adalah seperti halnya kaum abangan dan kaum putihan. Seperti halnya kamu dan istrimu. Bubur merah putih ini adalah simbolis, disatukannya kedua unsur tersebut di dalam satu wadah," bicara kakek sambil menengok padaku. Setelah itu Beliau keluar dari dapur.

Sore hari itu juga aku membagi-bagikan bubur merah-putih pada semua anggota keluarga, kerabat, dan tetangga sekitar tempat tinggalku.

Malam harinya aku bermimpi melihat peperangan besar yang melibatkan dua kubu. Di mana seseorang terbunuh karena kerisnya sendiri, yang merobek ususnya yang dililitkan pada sarung kerisnya.

*Disandur dari novel 'Indigo Series' karya Rudie Chakil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun