Padahal aku jelas-jelas menawarkan pada mereka semua. Terutama mereka yang dekat denganku, yang mempunyai hutang budi padaku, dan yang kurasa mampu membeli novelku.
Kamu tahu, bagaimana reaksi mereka.
Aku akan bercerita, bagaimana hal ini bisa membuatku sakit hati.
"Yan, ada waktu gak sebentar," Aku memanggil temanku di sela-sela waktu bertemu.
"apa..?" jawabnya.
"Hmm..., gue mau nawarin buku nih, sama lo," aku mengeluarkan buku dari dalam tas, memberikan padanya. Ia tersenyum meremehkan, lalu menimang-nimang buku itu, "gue suka buku yang berkualitas, yang ditulis penulis ternama," gumamnya tegas.
"Oh, jadi gak berminat, Yan...?" Tanganku menerima kembali buku tersebut, "ok dehh," sambung mulutku bicara.
"Ada-ada aja lo, bikin buku kayak gitu," katanya seraya berbalik badan dan pergi.
'Degg...!'
Jarum raksasa yang tak terlihat menusuk hatiku yang langsung menyahut, 'Yaa Alloh Gustii... baca juga belum? Lo kalo gak mau beli yah gak papa. Tapi yah jangan ngomong kayak gitu...!!'
Airmataku sampai jatuh satu tetes, saat beberapa langkah ia pergi dari hadapanku.
Semenjak kejadian itu, aku benar-benar merubah diri menjadi seorang introvert tulen. Aku merasa semua orang meninggalkanku, kecuali orangtua, istri, dan dua orang temanku, Nurridwan dan M.Taufik. Hanya mereka yang selalu memotivasiku untuk terus menulis dan menjual hasil karyaku.
Apakah aku tetap terpuruk meratapi keadaan?
Tidak... aku masih punya istri, dan dua orang sahabatku.
Apakah aku dendam pada mereka yang tidak mau membeli novelku?
Tidak sama sekali. Mungkin mereka memang tidak membutuhkan itu.
Apakah aku akan berhenti berkarya?
Juga tidak sama sekali. Karena aku mempunyai sahabat yang jauh lebih banyak dan jauh lebih peduli. Yakni sahabat-sahabatku dari dunia maya.
Benarlah memang kata Slank, 'Sahabat datang dan pergi sesuka hati'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H