Assalamualaikum Wr. Wb.
Apakah saya salah satu dari sekian banyak korban akibat "Kredit Macet" ?? yangterpaksa harus pasrah menerima kenyataan Rumah kami harus disita, dijual paksa secara sepihak oleh si Kreditur akibat "Wanprestasi"...
Saya ingin berbagi pengalaman dengan para pembaca dimanapun berada.Bahwa sekiranya perlu kita waspadai untuk lebih hati-hati terhadap praktek perkreditan Bank Swasta yang bisa saja menyesatkan Anda dan merugikan masyarakat, terutama masyarakat Pedesaan yang kurang sekali akan informasi.
Terlebih dahulu perkenalkan nama saya Rudi Kurniadi & Tri Murniati (istri), alamat ?… Maaf kalo domisili saya saat ini tidak jelas… karena status kependudukan saya hilang setahun yang lalu, …Rumah kami di Desa Pliken Kec.Kembaran Banyumas telah di Sita secara paksa oleh Danamon Simpan Pinjam (DSP) Unit Pasar Wage Purwokerto (“Kreditur”). Untuk sementara ini saya, istri, ayah dan ketiga anak saya tinggal di Jl.Brigade 117, Ledug Purwokerto.
Peristiwa itu terjadi pada saya tepatnya tgl. 29 Oktober 2010, Rumah kami dijual paksa secara sepihak oleh “Kreditur”, dengan cara-cara licik, tidak transparan, tidak manusiawi dan tidak bertanggung jawab hanya karena “Wanprestasi” katanya...
Beberapa tips atau saran dari saya dibawah ini semoga bermanfaat untuk Anda sebelum Anda memutuskan untuk mengambil tawaran Kredit, atau bagi Anda yang berniat ingin mengajukan Kredit kepada Bank Swasta menggunakan Sertipikat Rumah/Tanah sebagai Jaminan Kreditnya dan bagi Anda yang Kreditnya sudah berjalan.
1. Pelajari dulu Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) Nomor 4 Tahun 1999
Jangan tanya kepada Petugas Bank yang menawarkan Kredit pada Anda. Anda bisa cari di Internet Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) Nomor 4 Tahun 1999 (cari saja di Google) …atau kalo mau Anda bisa hubungi saya…
Hati-hati..!! Jangan sampai Sertipikat Rumah Anda melayang di sita Bank dikala Anda pada saat tertentu atau dalam kondisi keuangan tertentu yang sulit Anda duga, Anda belum bisa atau terlambat membayar angsuran. Seperti yang saya alami… Nanti Anda bisa di cap “Wanprestasi”. (Pasal 6 UUHT)
Ini benar-benar terjadi pada saya, Pertama, Debt. Collector yang Arogan dan biasanya “Belagu” itu bisa saja mempersulit Anda. Kedua, biasanya Pasal 6 UUHT No.4 Tahun 1999 di pakai si Kreditur sebagai senjata Pamungkas untuk pelunasan hutang Anda, lebih ekstrem lagi Sertipikat Anda di Lelang di KPKNL (Aneh ya... Kenapa yang dipake cuma Pasal 6..? Padahal Undang-Undang Hak Tanggungan itu terdiri dari 31 Pasal lho.. lihat juga dong Pasal-Pasal lainnya, misalnya Pasal 14,20,26. Apakah tindakan Kreditur itu sudah sesuai dengan Prosedur Undang-Undang..?), Ketiga, bila hal itu terjadi. Jangan harap Anda akan mendapat sisa dari penjualan Lelang itu… dan yang Keempat, siap-siap saja angkat kaki dari rumah Anda sendiri atau di Eksekusi Paksa oleh Pengadilan…Tragis bukan !.
…Apakah ini salah satu kejahatan suatu Bank yang tersistem? Ataukah hanya kejahatan yang dilakukan segelintir oknum Kreditur saja? Tanpa mempedulikan Hak Asasi Manusia, seolah-olah Sertipikat Jaminan Kredit itu menjadi miliknya, Kreditur menjual Sertipikat saya seenak perutnya sendiri, terlebih lagi dibantu oleh Pejabat Lelang KPKNL. Soal dokumen Persyaratan Lelangnya..? (untuk kasus saya, ternyata Kreditur memakai Surat Peringatan Lama dan Surat Peringatan Palsu). Mungkin Kreditur berpikir bahwa saya tidak mungkin tahu kalo dokumen saya sebenarnya di Rekayasa …saya punya dokumen lengkap, saya bisa buktikan dan pertanggung jawabkan! makanya saya tahu kalo dokumen Persyaratan Lelangnya ASPAL alias Asli tapi Palsu …Licik ya..
Sangat di sayangkan bahwa berdasarkan pernyataan dari Pejabat KPKNL bahwa “Kantor Lelang KPKNL hanya bersifat Pasif sebagai pelaksana Eksekusi saja, tanpa perlu memeriksa ulang kebenaran dari keseluruhan dokumen persyaratan lelang yang diajukan Kreditur. Semua persyaratan lelang menjadi tanggung jawab Kreditur seandainya ada gugatan dikemudian hari”. Apakah sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang?