Angin malam membisikkan rindu,
Langit kelam menyembunyikan waktu,
Kenangan lama, biarlah berlalu.
Kerlip bintang tak lagi bercahaya,
Bayangan biru datang menyapa,
Menoreh luka di dalam jiwa.
Di tepi senja yang memudar sendu,
Aku berdiri, tak tahu tuju,
Sakit di hati, biarlah berlalu.
Dedaunan gugur di jalan sepi,
Bayangan biru menghantui mimpi,
Mengendap masuk ke sudut nurani.
Bayang wajahmu dalam cermin kaca,
Bergetar di hati seolah nyata,
Namun cintamu, biarlah berlalu.
Jejak langkah kita di pasir waktu,
Bayangan biru menghantui pilu,
Meninggalkan kisah yang semu.
Ada doa yang tak pernah usai,
Ada rindu yang terus memintal perih,
Namun semua, biarlah berlalu.
Hujan deras membawa harap mati,
Bayangan biru terus menyelimuti,
Menjerat jiwa yang hampir hancur.
Dalam sunyi ku dengar suaramu,
Seperti angin lembut di pagi biru,
Namun itu hanya bayangan, biarlah berlalu.
Sejuk embun pagi mengusap dahaga,
Bayangan biru tetap ada di sana,
Menggoda hati yang rapuh adanya.
Bagaimana cinta berubah jadi luka,
Bagaimana rindu menjelma duka,
Namun cerita itu, biarlah berlalu.
Di sudut malam ku tulis namamu,
Bayangan biru menghantui waktu,
Menghapus segala tawa yang lalu.
Aku bertanya pada rembulan malam,
Mengapa kisah ini terasa kelam,
Namun jawabannya, biarlah berlalu.
Angin berhembus membawa kenangan,
Bayangan biru, sepi tak tertahan,
Berbisik pilu dalam keheningan.
Tiap langkahku terasa semakin berat,
Tiap nafasku menahan rasa penat,
Namun segala rasa itu, biarlah berlalu.
Kegelapan malam makin pekat,
Bayangan biru datang tanpa sekat,
Menyelimuti hati yang terpecah empat.
Aku berjalan di lorong kesunyian,
Menyusuri luka dalam keheningan,
Namun kepedihan itu, biarlah berlalu.
Bintang jatuh menyampaikan doa,
Bayangan biru kembali meraja,
Menjadi beban yang tak tertahankan jiwa.
Mungkin esok pagi membawa terang,
Mungkin senyumku kan kembali datang,
Namun hari ini, biarlah berlalu.
Dingin malam menusuk tulang,
Bayangan biru masih terkenang,
Mengikat hati yang hilang harapan.