Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Salah Arah

22 Januari 2025   09:27 Diperbarui: 22 Januari 2025   09:27 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pohon-pohon tua menjadi saksi bisu,
Mereka berbisik lirih, aku salah arah.
Akarku tak lagi menyentuh bumi,
Melayang di ruang yang kosong dan sunyi.
Kucoba mencari pijakan di dasar hati,
Namun semuanya lenyap dalam emosi.

Air sungai mengalir dengan anggun,
Namun aku terombang-ambing, aku salah arah.
Kapal kecilku tak punya tujuan,
Hanyut terbawa arus kesalahan.
Kucoba mendayung meski tanpa tenaga,
Namun ombak menghantam, aku tak berdaya.

Di padang tandus aku berjalan sendiri,
Langkahku lemah dan berat, aku salah arah.
Tak ada bayang-bayang harapan lagi,
Hanya debu yang menyelimuti mimpi.
Kucoba menunggu angin yang membawa pesan,
Namun dia pergi, tak memberi jawaban.

Bulan sabit menggantung di langit gelap,
Cahayanya redup, aku salah arah.
Kesepian ini seperti karang di laut,
Keras, dingin, dan penuh keraguan.
Kucoba menyentuhnya dengan doa,
Namun yang kudapat hanya gema.

Jejak kakiku hilang dalam pasir,
Tertelan waktu, aku salah arah.
Setiap langkah adalah luka yang baru,
Meninggalkan bekas yang tak pernah sembuh.
Kucoba menghapus air mata yang tumpah,
Namun kesedihan selalu datang pasrah.

Dunia ini penuh warna, namun aku buta,
Tak bisa melihat arah, aku salah arah.
Kebahagiaan seperti fatamorgana,
Muncul dan hilang tanpa sempat kurasa.
Kucoba meraih apa yang tersisa,
Namun semuanya hilang tanpa jejak nyata.

Hujan turun membasahi hatiku,
Namun tetap kering, aku salah arah.
Tak ada air yang bisa menyuburkan,
Hanya kekosongan yang terus berlarian.
Kucoba menari di bawah derasnya hujan,
Namun aku terpeleset, terjatuh sendirian.

Rantai mimpi mengikat langkahku,
Namun tetap tersesat, aku salah arah.
Bayangan masa lalu terus mengejar,
Menghantui setiap malam yang melatar.
Kucoba memutus rantai yang menjerat,
Namun semakin kuat ia menghimpitku erat.

Kegagalan adalah lagu yang terus berulang,
Melodi yang salah, aku salah arah.
Tanganku gemetar, tak mampu memetik nada,
Semua harmoni berubah menjadi luka.
Kucoba mendengarkan musik kehidupan,
Namun ia sunyi, tak ada lagi harapan.

Aku kini berdiri di ujung perjalanan,
Menoleh ke belakang, aku salah arah.
Namun dari semua ini aku belajar,
Bahwa salah arah adalah bagian dari makna.
Kucoba menerima setiap kesalahan,
Karena mereka adalah guru dalam perjalanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun