Pengkhianat
Dia datang membawa janji surga,
Dia bersumpah atas nama kita semua.
Melayangkan harapan, membangun percaya,
Ternyata, janji hanyalah fatamorgana,
Segalanya semu dalam kata,
Rakyat hanya pion dalam drama.
Dia berdiri di atas mimbar tinggi,
Dia bicara lantang tentang hidup abadi.
Menyulut semangat yang seakan pasti,
Ternyata, api itu hanya ilusi,
Menghanguskan mimpi, bukan membakar visi,
Rakyat menangis di bawah janji.
Dia tunjukkan wajah yang penuh senyum,
Dia tatap mata dengan janji mulus seperti permata.
Mengundang cinta, mengikat hati kita,
Ternyata, senyum itu bertopeng dusta,
Di baliknya, gelap menyergap cahaya,
Rakyat terluka, hati remuk tak bersisa.
Dia bicara tentang keadilan abadi,
Dia mengangkat sumpah di bawah langit saksi.
Menawarkan dunia yang katanya lebih pasti,
Ternyata, keadilan hanya ada dalam mimpi,
Hukum diperdagangkan tanpa simpati,
Rakyat terpinggirkan dalam tragedi.
Dia berdiri gagah dengan mahkota kuasa,
Dia mengayun langkah seakan penuh makna.
Menjanjikan kejayaan tanpa cela,
Ternyata, kuasa hanya alat tipu daya,
Kejayaan berubah jadi nestapa,
Rakyat hanya angka dalam statistik belaka.
Dia berbicara tentang kemakmuran bersama,
Dia merangkai kata yang menjanjikan surga dunia.
Seolah semua akan berubah dalam sekejap mata,
Ternyata, kemakmuran hanya untuk para penguasa,
Rakyat terpinggir, tersingkir dari meja,
Kecewa menyelimuti setiap jiwa.
Dia mencipta visi tentang masa depan cerah,
Dia berkata mimpi rakyat takkan patah.
Mengobarkan api semangat yang berarak,
Ternyata, semua hanyalah jejak langkah,
Yang menuntun kita pada jurang yang parah,
Rakyat terjatuh dalam derita yang mewah.
Dia mengibarkan bendera harapan tinggi,
Dia memanggil rakyat dengan suara penuh arti.
Seakan bersama, kita bangun negeri ini,
Ternyata, bendera hanya penutup diri,
Kebenaran dikubur dalam diam yang sunyi,
Rakyat terabaikan, suara hilang tak berarti.
Dia berdiri di depan seolah pelindung,
Dia bawa pedang keadilan yang katanya agung.
Namun tindakannya hanya menusuk punggung,
Ternyata, dia hanyalah pengkhianat agung,
Menjual negeri dengan harga murahan,
Rakyat hanya penonton dalam permainan.
Dia berjalan megah di istana berdinding emas,
Dia menatap rakyat seolah penuh belas.
Namun di dalam hati hanya tipu dan culas,
Ternyata, emas itu hasil dari penjarahan bebas,
Kekayaan negeri dipindahkan tanpa batas,
Rakyat menangis, darah dan air mata deras.
Dia yang dulu disebut pahlawan,
Dia yang kita beri seluruh kepercayaan.
Kini berubah jadi wajah penuh kejahatan,
Ternyata, pahlawan hanya bayangan,
Rakyat terlupakan di tengah perayaan,
Harapan hancur dalam kegelapan.
Dia yang berjanji akan membawa terang,
Dia menghapus air mata yang dulu tergenang.
Namun langkahnya kini penuh jurang,
Ternyata, terang berubah jadi bayang-bayang,
Cahaya sirna dalam gelap yang menghalang,
Rakyat kehilangan arah di malam panjang.
Dia mencuri kata dari kitab suci,
Dia menjual doa demi membangun ilusi.
Menipu rakyat dengan iman yang tersaji,
Ternyata, iman hanyalah alat melukai,
Doa-doa berubah menjadi senjata mematikan,
Rakyat tertunduk dalam kekalahan.
Dia menanam kebohongan di setiap tanah,
Dia memetik buah dosa tanpa rasa salah.
Segala janji hanyalah muslihat tanpa arah,
Ternyata, kebohongan itu kini menjadi sejarah,
Negeri ini jadi ladang luka yang parah,
Rakyat kehilangan tempat untuk berserah.
Dia menyebut dirinya pemimpin sejati,
Dia meminta rakyat tunduk dalam janji.
Namun tindakannya melukai tanpa henti,
Ternyata, sejati hanyalah kata tanpa bukti,
Pemimpin berubah jadi penguasa tirani,
Rakyat hanya bayang dalam negeri ini.
Dia berdiri megah di atas penderitaan,
Dia tertawa di tengah tangisan dan kesengsaraan.
Seolah semua kehancuran adalah takdir Tuhan,
Ternyata, kehancuran ini adalah hasil tangan,
Pemimpin yang mengkhianati semua harapan,
Rakyat terjebak dalam mimpi buruk tak berujung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI