Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sang Perkasa Akhirnya Tak Berdaya

11 Januari 2025   22:07 Diperbarui: 11 Januari 2025   22:07 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang Perkasa Akhirnya Tak Berdaya

Di atas tahta megah ia bersandar,
Memandang dunia dengan tatapan tajam.
Segala pujian mengelilingi keagungannya,
Namun di dalam hati, resah tak terucap.
Kekuasaan membebani pundak yang lelah,
Meninggalkan bayang-bayang keraguan.

Di atas medan perang ia berdiri tegap,
Menantang musuh dengan keberanian.
Sorak sorai mengiringi langkahnya maju,
Namun suara dalam batin memudar perlahan.
Ia merasa sendiri di tengah keramaian,
Diburu waktu yang tak kenal belas kasih.

Di atas mimbar ia mengucap janji,
Menghidupkan harapan dalam hati rakyatnya.
Keyakinannya seolah tak tergoyahkan,
Namun gema jiwanya terdengar hampa.
Kata-kata yang dulu membawa cahaya,
Kini tak lebih dari bisikan tak bermakna.

Di atas bukit ia memandang cakrawala,
Mengikuti bayangan impian masa lalu.
Langit luas terasa begitu jauh darinya,
Namun tangan tak mampu menggapainya lagi.
Segala yang ia bangun mulai runtuh,
Seperti istana pasir di tepi laut.

Di atas lembah ia mendengar nyanyian,
Merdu, namun penuh kesedihan tersembunyi.
Itu adalah suara mereka yang ia abaikan,
Namun kini menjadi bagian dari mimpinya.
Sang perkasa tak lagi mampu berdiri,
Tersungkur dalam luka yang tak terlihat.

Di atas hamparan rumput ia berjalan sendiri,
Meninggalkan keramaian yang tak lagi berarti.
Hatinya mencari jawaban dalam keheningan,
Namun kenyataan terus menghantamnya.
Segala yang ia genggam mulai pudar,
Meninggalkan kehampaan dalam genggamannya.

Di atas permukaan sungai ia melihat bayang,
Refleksi dirinya yang penuh luka.
Ia bertanya pada arus yang terus mengalir,
Namun jawaban hanya datang dalam bisu.
Waktu tak pernah menunggu siapa pun,
Bahkan sang perkasa harus menyerah padanya.

Di atas langit malam ia mencari bintang,
Namun hanya awan gelap yang menyelimutinya.
Kegelapan membawa rasa takut yang nyata,
Namun ia sadar, tak ada lagi tempat bersembunyi.
Bayangan hidupnya menjadi pemandu,
Mengingatkannya pada dosa yang ia pikul.

Di atas tanah kering ia berlutut pasrah,
Menyentuh bumi yang ia injak dengan sombong.
Ia memohon maaf pada mereka yang terluka,
Namun kata-katanya tenggelam dalam keheningan.
Penyesalan menghantui setiap langkahnya,
Mengukir jejak yang sulit untuk dihapus.

Di atas singgasana ia akhirnya terdiam,
Memandang mahkota yang kini terasa berat.
Segala yang ia anggap sebagai kekuatan,
Kini berubah menjadi belenggu yang menyiksa.
Sang perkasa telah kehilangan dirinya,
Meninggalkan raga tanpa semangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun