Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Terkutuk

11 Januari 2025   20:55 Diperbarui: 11 Januari 2025   20:55 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Pngtree)

Terkutuk

Terkutuklah malam yang menelan asa,
Kala bisikan angin menjadi saksi luka.
Langkah terseret di lorong sunyi,
Karena aku tak rela gelap memeluk mimpi.
Karena aku tak ingin harapan terkubur mati,
Karena tak sudi jiwa ini hancur sendiri.

Terkutuklah jalan yang penuh dusta,
Jejak langkahnya menghujam jiwa.
Hati yang rapuh jadi tumbal,
Karena aku tak rela harapan tenggelam dalam nista.
Karena aku tak ingin cinta jadi bara yang membakar,
Karena tak sudi bahagia dirampas oleh kelam.

Terkutuklah waktu yang tak berpihak,
Merampas mimpi sebelum ia berjejak.
Tik-tok jarum menusuk nadi,
Karena aku tak rela detik-detik membunuh asa ini.
Karena aku tak ingin doa hilang tanpa arti,
Karena tak sudi menyerah pada nasib yang pahit.

Terkutuklah rindu yang membakar dada,
Menggenggam api, menciptakan bara.
Jarak memahat luka tanpa belas kasih,
Karena aku tak rela rindu menjadi belenggu abadi.
Karena aku tak ingin jarak memutus tali cinta,
Karena tak sudi hati ini kehilangan nyalanya.

Terkutuklah langit yang enggan menangis,
Membiarkan debu menyelimuti tangis.
Hujan yang dinanti tak pernah turun,
Karena aku tak rela dunia menutup matanya dari pilu.
Karena aku tak ingin air mata menjadi sahabat sunyi,
Karena tak sudi bahagia terkubur di palung hati.

Terkutuklah cinta yang berujung fana,
Meninggalkan jiwa di jurang hampa.
Kata-kata manis berujung nista,
Karena aku tak rela cinta hanya menjadi luka.
Karena aku tak ingin bahagia hanyalah semu,
Karena tak sudi jiwa ini terperangkap dalam abu.

Terkutuklah mimpi yang hanya ilusi,
Mengundang bahagia namun penuh duri.
Dalam tidur, harapan nampak nyata,
Karena aku tak rela mimpi berakhir dalam dusta.
Karena aku tak ingin pagi membawa kepedihan,
Karena tak sudi harapan terkikis oleh kenyataan.

Terkutuklah tangis yang tak pernah reda,
Air mata menjadi saksi setiap derita.
Hati yang retak semakin tersiksa,
Karena aku tak rela hidup hanya penuh luka.
Karena aku tak ingin jiwa ini tenggelam,
Karena tak sudi menyerah pada kesepian malam.

Terkutuklah jiwa yang terus melawan,
Mencari arti di tengah kehampaan.
Namun apa daya, dunia terlalu keras,
Karena aku tak rela menyerah di tengah badai deras.
Karena aku tak ingin langkahku berhenti,
Karena tak sudi takdir mengalahkan nurani.

Terkutuklah suara yang hilang di keramaian,
Menyeru harapan namun tenggelam di angin.
Tak ada gema dari jeritan sunyi,
Karena aku tak rela kehilangan diri.
Karena aku tak ingin jiwa ini terkikis waktu,
Karena tak sudi hidup menjadi tanpa makna.

Terkutuklah api yang membakar dalam,
Menghanguskan cinta hingga jadi abu kelam.
Namun aku tetap mencoba bertahan,
Karena aku tak rela cinta lenyap tanpa perjuangan.
Karena aku tak ingin api ini padam selamanya,
Karena tak sudi cinta terkubur tanpa cerita.

Terkutuklah bayangan di setiap sudut,
Mengintai jiwa, menebar keluh kesah.
Kenangan pahit menjadi cermin rusak,
Karena aku tak rela masa lalu merantai langkah.
Karena aku tak ingin hidup terus terhenti,
Karena tak sudi harapan mati di tepi.

Terkutuklah bumi yang terus berputar,
Membawa kisah yang semakin pahit terulang.
Setiap pagi tak lagi memberi cahaya,
Karena aku tak rela hidup tanpa makna.
Karena aku tak ingin jiwa ini memudar,
Karena tak sudi menyerah pada kegelapan.

Terkutuklah malam yang merenggut mimpi,
Meninggalkan sepi yang terus menyiksa diri.
Langkah kaki yang terus tertatih,
Karena aku tak rela sunyi ini abadi.
Karena aku tak ingin cinta ini mati,
Karena tak sudi menyerah pada dunia yang iri.

Terkutuklah luka yang tak kunjung sembuh,
Mengukir kisah pedih di setiap peluh.
Hati yang retak tak lagi bernyawa,
Karena aku tak rela jiwa ini binasa.
Karena aku tak ingin takdir menulis derita,
Karena tak sudi bahagia berlalu begitu saja.

Terkutuklah harapan yang digenggam erat,
Namun layu sebelum mekar di akhirat.
Setiap langkah menjadi berat tak tertahan,
Karena aku tak rela langkahku sia-sia.
Karena aku tak ingin akhir menjadi penyesalan,
Karena tak sudi perjuangan ini tak dikenang.

Terkutuklah angin yang membawa kabar buruk,
Membawa aroma pahit yang menusuk.
Langit pun enggan berbagi cerita,
Karena aku tak rela dunia ini tanpa warna.
Karena aku tak ingin hidup hanya derita,
Karena tak sudi takdir menghancurkan mimpi kita.

Terkutuklah detik-detik yang terus berlalu,
Menambah jarak antara harapan dan waktu.
Tak ada ruang untuk kembali ke masa lalu,
Karena aku tak rela masa depan tanpa terang.
Karena aku tak ingin menyerah sebelum berjuang,
Karena tak sudi harapan hilang di tengah jalan.

Terkutuklah suara yang menyerukan kebohongan,
Menebar duri di setiap perjalanan.
Hati pun terus memanggil kebenaran,
Karena aku tak rela dusta menjadi tuan.
Karena aku tak ingin cinta jadi hampa,
Karena tak sudi hidup ini kehilangan artinya.

Terkutuklah dunia yang menebar derita,
Namun di dalamnya, aku temukan cahaya.
Segala luka adalah guru dalam hidup,
Karena aku tak rela menyerah pada kehampaan.
Karena aku tak ingin kalah tanpa arti,
Karena aku mau berdiri dan meraih mimpi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun