Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Ujung Mimpi

10 Januari 2025   20:50 Diperbarui: 10 Januari 2025   20:50 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Alodokter)

Ada rindu yang tak pernah terucap,
Melayang di udara, tak tahu akan kemana,
Mimpi itu kini tersesat di jalan gelap,
Hilang di antara desir angin dan bayang,
Biarlah semua tenggelam tanpa napas,
Meski sakit ini tak juga hilang.

Di ujung malam, aku berdiri sendirian,
Mencari cahaya yang tak pernah kutemukan,
Mimpi itu kini hanya gema kesendirian,
Memanggil namaku di ruang kehampaan,
Biarlah semua terkunci dalam penyesalan,
Agar aku belajar arti keikhlasan.

Setiap langkahku terasa semakin berat,
Menginjak jalan penuh duri dan aral,
Mimpi itu kini hanya bayangan samar,
Yang perlahan menjauh dari genggaman,
Biarlah semua menjadi abu yang beterbangan,
Bersama angin yang tak pernah berhenti.

Bulan purnama pun sembunyi di balik awan,
Enggan menyinari perjalanan yang sepi,
Mimpi itu kini tertutup tabir kesedihan,
Seolah melawan takdir yang kejam,
Biarlah semua menjadi cerita yang hilang,
Dalam buku kehidupan yang tak sempurna.

Hari demi hari terasa tak berarti,
Seperti angin yang berhembus tanpa arah,
Mimpi itu kini hanyalah ilusi hati,
Yang perlahan hilang ditelan waktu,
Biarlah semua menjadi abu yang mati,
Agar aku bisa menerima dengan damai.

Ranting-ranting patah oleh beban yang berat,
Seperti hatiku yang tak lagi kuat,
Mimpi itu kini hanya suara yang pekat,
Berbisik di sudut ruang yang sunyi,
Biarlah semua menjadi hampa yang lekat,
Karena harapan telah lama pergi.

Ada malam yang terasa terlalu panjang,
Meninggalkan jejak kelam di sudut hati,
Mimpi itu kini terdiam tanpa bayang,
Tak lagi bersuara, tak lagi berteriak,
Biarlah semua menjadi masa yang hilang,
Agar aku belajar menerima kenyataan.

Dari kejauhan, aku melihat bayangan,
Namun, ia sirna sebelum bisa kuraih,
Mimpi itu kini adalah luka yang terpendam,
Tak bisa sembuh oleh waktu yang berlari,
Biarlah semua tenggelam dalam kenangan,
Karena hidup tetap harus berjalan.

Bunga-bunga yang dulu mekar telah layu,
Mengikuti harapan yang gugur sebelum tiba,
Mimpi itu kini hanyalah cerita sendu,
Yang tersisa dalam ingatan yang rapuh,
Biarlah semua tertutup kabut kelabu,
Agar jiwa ini bisa kembali tenang.

Di ujung mimpi, aku menemukan diriku,
Berdiri di antara puing-puing harapan,
Mimpi itu kini adalah nyanyian pilu,
Mengiringiku menuju akhir perjalanan,
Biarlah semua menjadi takdir yang biru,
Sebab cinta dan luka tak pernah berlalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun