Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Literasi Ekonomi : Mengapa Uang tidak Bisa Dicetak Sembarangan

8 Januari 2025   16:46 Diperbarui: 8 Januari 2025   16:46 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Merdeka.com)

Banyak Uang, Belum Tentu Kaya

Salah satu pandangan yang sering kali disalahartikan adalah bahwa semakin banyak uang yang beredar di masyarakat, maka semakin kaya pula negara tersebut. Secara naluriah, banyak orang beranggapan bahwa banyaknya uang yang dimiliki oleh individu atau negara bisa menjadi indikator kemakmuran. Namun, kenyataannya, peningkatan jumlah uang yang beredar tanpa adanya keseimbangan dengan produksi barang dan jasa justru dapat menyebabkan masalah besar dalam perekonomian, seperti inflasi yang tidak terkendali dan hiperinflasi.

Inflasi terjadi ketika ada lebih banyak uang yang beredar dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia. Ketika masyarakat memiliki lebih banyak uang, mereka cenderung meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa. Namun, jika jumlah barang dan jasa tidak dapat memenuhi permintaan ini, maka harga-harga akan naik. Ini adalah mekanisme dasar yang terjadi dalam inflasi: ketika permintaan lebih besar daripada penawaran, harga akan melonjak.

Di sisi yang lebih ekstrem, hiperinflasi terjadi ketika inflasi meningkat begitu tinggi dan tidak terkendali dalam periode yang sangat singkat. Negara-negara yang mengalami hiperinflasi biasanya mencetak uang dengan tujuan untuk menutupi defisit anggaran atau membayar utang, tetapi tanpa adanya peningkatan dalam produksi barang dan jasa. Hasilnya, uang yang beredar tidak lagi memiliki nilai yang sebanding dengan daya beli masyarakat.

Salah satu contoh paling terkenal dari hiperinflasi adalah Zimbabwe pada akhir 2000-an. Pada saat itu, Zimbabwe mencetak uang dalam jumlah yang sangat besar untuk membayar utang luar negeri dan mendanai pengeluaran pemerintah yang sangat besar. Meskipun uang yang beredar berlimpah, harga barang-barang dasar—seperti roti, bensin, dan bahan makanan lainnya—naik dengan sangat cepat. Di pasar, masyarakat harus membawa kantong penuh uang hanya untuk membeli beberapa barang kebutuhan sehari-hari. Pada akhirnya, hiperinflasi tersebut menghancurkan perekonomian negara itu, dan uang yang semula dianggap bernilai tinggi, menjadi tidak berguna sama sekali. Ini adalah bukti nyata bahwa banyak uang, tanpa adanya produksi barang dan jasa yang cukup, tidak serta-merta mengarah pada kemakmuran. Bahkan, bisa jadi menjadi bumerang yang merugikan masyarakat.

Kasus serupa juga terjadi di negara-negara lain, seperti Jerman pada masa Republik Weimar pada 1920-an, di mana inflasi yang tidak terkendali menyebabkan nilai mata uang Jerman—Mark—merosot drastis. Masyarakat harus membayar barang dengan jumlah uang yang sangat banyak, bahkan membawa uang dalam keranjang untuk membeli roti. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa meskipun banyak uang beredar di pasar, tanpa adanya penambahan dalam jumlah dan kualitas barang serta jasa yang diproduksi, perekonomian justru dapat terjerumus dalam kondisi yang buruk.

Produksi Barang dan Jasa: Kunci Utama

Lalu, bagaimana agar uang yang beredar tetap memiliki nilai yang stabil dan mendukung perekonomian negara? Kuncinya adalah produksi barang dan jasa. Produksi adalah landasan bagi perekonomian, yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan mendukung aktivitas ekonomi lainnya. Tanpa produksi, uang hanya akan menjadi angka tanpa nilai yang nyata.

Jika jumlah uang yang beredar meningkat tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan produksi barang dan jasa, maka inflasi akan segera terjadi. Hal ini mengarah pada penurunan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan merugikan semua pihak—baik konsumen, produsen, maupun pemerintah. Misalnya, jika sebuah negara mencetak uang untuk membayar utang atau mendanai pengeluaran negara tanpa adanya peningkatan dalam sektor produksi, harga barang akan naik, sementara kualitas hidup masyarakat akan menurun.

Sebaliknya, apabila suatu negara dapat meningkatkan produksi barang dan jasa secara berkelanjutan, maka meskipun jumlah uang yang beredar meningkat, inflasi dapat terkendali. Sebagai contoh, jika sebuah negara berhasil meningkatkan produksi barang-barang kebutuhan pokok seperti pangan, energi, pakaian, dan layanan kesehatan, maka uang yang beredar di masyarakat dapat tetap stabil, karena ada cukup barang dan jasa yang tersedia untuk memenuhi permintaan. Dalam hal ini, uang yang beredar akan mencerminkan nilai barang dan jasa yang dapat diperoleh oleh masyarakat.

Sebagai contoh nyata, negara-negara yang fokus pada produksi pangan dan energi, seperti Brazil dan Indonesia, seringkali mampu mengatasi tekanan inflasi yang disebabkan oleh lonjakan harga global atau krisis ekonomi. Ini menunjukkan bahwa keberhasilan suatu negara untuk mengelola perekonomiannya sangat bergantung pada kemampuannya untuk memproduksi barang dan jasa yang cukup dan berkualitas. Oleh karena itu, negara tidak boleh hanya fokus pada pencetakan uang semata, tetapi harus memperhatikan pengembangan sektor produksi agar ekonomi tetap sehat dan stabil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun