Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Berpalinglah

1 Januari 2025   15:33 Diperbarui: 1 Januari 2025   15:33 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Yoursay-Suara.com)

Tahun kemarin mungkin kita sering mengayuh perahu harapan dengan dayung yang rapuh. Sekali gagal, kita berhenti, membiarkan arus membawa kita tanpa arah. Kita lupa bahwa kekuatan tak hanya datang dari hasil, tetapi dari keberanian untuk terus mencoba. Perahu itu terombang-ambing, kehilangan kendali. Berpalinglah dari dayung yang rapuh, dan bangunlah kekuatan untuk melanjutkan perjalanan.

Tahun kemarin mungkin kita duduk di bayang-bayang ketergantungan, menunggu orang lain membawa kita ke tempat yang lebih baik. Bayangan itu membuat kita lupa bahwa kita memiliki kaki untuk berjalan. Harapan pada orang lain menjadi jangkar yang menahan kita di tempat. Kita lupa bahwa kebebasan adalah hak setiap jiwa. Berpalinglah dari bayangan itu, dan berdirilah dengan keberanian.

Tahun kemarin mungkin kita membiarkan waktu mengalir seperti sungai tanpa bendungan, membawanya pergi tanpa makna. Setiap hari berlalu seperti daun yang hanyut, tanpa arah dan tujuan. Kita lupa bahwa waktu adalah emas yang tak dapat digenggam kembali. Hidup terasa seperti roda yang berputar tanpa henti, tetapi tak membawa kita ke mana-mana. Berpalinglah dari arus ini, dan mulai arahkan perahu waktumu.

Tahun kemarin mungkin kita menjadi pohon yang tak meneduhkan, lupa memberi arti bagi orang-orang di sekitar kita. Daun-daun kita tak memberi kesejukan, dan buah-buah kita jarang terasa manis. Kita sibuk memikirkan cabang-cabang sendiri, tanpa melihat siapa yang berlindung di bawahnya. Padahal, keberadaan kita bisa menjadi berkah bagi banyak orang. Berpalinglah dari kesendirian itu, dan jadilah pohon yang rindang.

Tahun kemarin mungkin kita berdiri di panggung dunia, mencari tepuk tangan dari penonton yang tak pernah cukup. Setiap pujian menjadi candu, tetapi kebahagiaan tetap terasa jauh. Kita lupa bahwa panggung ini hanyalah tempat singgah, bukan tujuan hidup. Hati kita hampa meski gemuruh tepuk tangan mengelilingi. Berpalinglah dari panggung itu, dan carilah makna dalam keheningan.

Tahun kemarin mungkin kita melangkah di jalan pintas yang penuh jebakan, mengabaikan peta nilai-nilai yang telah kita pegang. Godaan sesaat seperti fatamorgana yang menggoda, tetapi akhirnya hanya membuat kita tersesat. Kita lupa bahwa perjalanan sejati membutuhkan kompas integritas. Tanpa itu, kita hanya berjalan tanpa arah. Berpalinglah dari jalan ini, dan kembali ke peta prinsip hidupmu.

Tahun kemarin mungkin kita menyimpan luka seperti batu besar di ransel, membuat langkah terasa berat. Setiap kenangan pahit menjadi beban yang sulit dilepaskan, menghalangi kita untuk melangkah maju. Kita lupa bahwa memaafkan adalah kunci untuk melepaskan beban itu. Dengan setiap langkah, batu itu hanya semakin menekan punggung kita. Berpalinglah dari batu itu, dan lepaskan beban yang tak perlu.

 Tahun kemarin mungkin kita menyimpan mimpi di laci terkunci, takut membukanya karena bayangan kegagalan. Kita hanya berani melihatnya dari kejauhan, tanpa pernah mencoba menggenggamnya. Laci itu semakin berdebu, tetapi mimpi di dalamnya tetap menunggu. Padahal, mimpi adalah sayap yang akan membawa kita terbang. Berpalinglah dari laci itu, dan bukalah kunci harapanmu.

Tahun kemarin mungkin kita takut melangkah di jalan yang tak dikenal, memilih jalan aman meski tahu itu bukan milik kita. Ketakutan itu seperti rantai yang membelenggu, membuat kita hanya berputar di tempat yang sama. Kita lupa bahwa jalan baru mungkin penuh tantangan, tetapi juga penuh peluang. Dengan setiap langkah, rantai itu semakin berat. Berpalinglah dari rantai itu, dan langkahkan kakimu ke jalan yang baru.

 Tahun kemarin mungkin kita menjadi cermin yang retak, memandang diri sendiri dengan penuh kebencian. Kita terlalu sibuk mengkritik kekurangan hingga lupa menghargai kelebihan. Cermin itu hanya memantulkan bayangan yang salah, membuat kita kehilangan cinta pada diri sendiri. Hidup terasa berat karena kita lupa bahwa kita berharga. Berpalinglah dari cermin itu, dan temukan dirimu di pantulan yang lebih jernih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun