Natal 2024 Marilah  Kita ke Betlehem, Kota yang Dihancurkan oleh Angkara Murka : Renungan
 Betlehem. Kota kecil yang namanya bergema hingga ke ujung dunia. Di sanalah Sang Juru Selamat lahir dalam kesederhanaan yang luar biasa. Natal selalu mengajak kita untuk kembali mengingat makna kelahiran itu, namun tahun ini, ada renungan lebih dalam yang mengemuka: Betlehem yang damai kini menjadi simbol kehancuran karena ego dan nafsu  manusia.
Betlehem dahulu adalah simbol kebersahajaan, kota kecil di tengah perbukitan Yudea yang menjadi saksi kelahiran Yesus Kristus. Namun lihatlah kini, konflik berkepanjangan telah menjadikannya tempat yang dipenuhi ketegangan, ketidakpastian, dan air mata. Pertikaian politik, perang, dan hasrat kuasa telah menghapus keteduhan yang dulu menaungi kota itu.
Manusia, dengan egonya, selalu ingin mendominasi. Ego itu yang membuat kita lupa bahwa Betlehem adalah tempat di mana cinta sejati hadir dalam rupa bayi kecil di palungan. Ego telah menghancurkan kota suci ini, membuatnya menjadi ladang pertempuran. Namun, Natal kali ini mengingatkan kita bahwa kehancuran akibat ego dapat dipulihkan oleh cinta yang tulus.
Mengapa kita terus saling menyakiti? Betlehem adalah pengingat bahwa Sang Mesias tidak datang membawa pedang, melainkan damai. Tetapi manusia sering lebih memilih pedang daripada pelukan. Kita terjebak dalam lingkaran ego yang menjadikan kekuasaan lebih penting daripada kemanusiaan, dan Betlehem kini menjadi saksi bisu kehancuran itu.
Bayangkan malam pertama di Betlehem, saat Maria dan Yusuf berjuang mencari tempat berlindung. Kesederhanaan palungan di kandang itu mengajarkan kita bahwa kemuliaan sejati tidak membutuhkan kemegahan. Namun sekarang, ego manusia telah mengubah Betlehem menjadi arena perebutan. Kekudusannya ternodai oleh kebencian dan keserakahan.
Dalam perenungan ini, kita harus bertanya pada diri sendiri: Apakah ego kita juga menghancurkan "Betlehem" dalam hati kita? Apakah kita masih memiliki ruang untuk cinta, pengampunan, dan pengorbanan seperti yang diteladankan Sang Bayi Natal? Atau kita telah mengusirnya dengan ambisi dan kebencian?
Natal mengingatkan kita untuk kembali ke palungan, ke tempat kesederhanaan, di mana cinta Allah dinyatakan tanpa pamrih. Di tengah dunia yang diliputi ego, Natal memanggil kita untuk mengosongkan diri, menjadi palungan yang siap menerima Sang Kristus.
Betlehem bukan hanya sebuah kota di tanah Palestina. Ia adalah cerminan hati kita. Ketika hati kita dikuasai ego, ia menjadi medan pertempuran, penuh dengan luka dan kehancuran. Tetapi ketika kita mengizinkan kasih Allah memerintah, hati kita menjadi Betlehem sejati: tempat kelahiran damai dan harapan.
Di tengah gegap gempita perayaan Natal, mari kita berhenti sejenak. Dengarkan panggilan lembut dari Betlehem. Ia berkata: "Datanglah, bukan dengan kebanggaan, tetapi dengan hati yang terbuka." Betlehem mengajarkan bahwa kemuliaan Allah ditemukan dalam kerendahan hati, bukan dalam kekuasaan atau harta.
Seperti para gembala yang mendengar kabar sukacita, kita juga diundang untuk datang. Tetapi perjalanan ke Betlehem adalah perjalanan melawan ego. Ini adalah perjalanan yang mengajarkan kita untuk memaafkan, mengasihi, dan melayani dengan tulus.