Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Terserah

21 Desember 2024   22:04 Diperbarui: 22 Desember 2024   17:05 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dibuat memakai Meta AI

Terserah 

Terserah, kemana angin membawa hati ini, ke timur saat matahari terbit atau ke barat bersama senja yang memudar. Hati tak lagi punya peta, hanya melangkah dengan harapan menemukan pelabuhan.

Terserah, kemana gelombang akan menepikan mimpi, di pantai berpasir putih atau karang yang tajam. Dalam setiap ombak, ada cerita tentang keberanian meninggalkan kesenangan.

Terserah, kemana burung-burung terbang tinggi, membawa pesan rindu atau kabar perpisahan. Langit adalah kanvas tak bertepi yang melukis perjalanan tanpa batas.

Terserah, apa yang akan menjadi kenangan, tawa di tengah hujan atau tangis di bawah bintang. Segalanya begitu fana, hanya meninggalkan jejak samar di hati yang remuk.

Terserah, apa yang disimpan oleh waktu, lembaran yang penuh warna atau hitam putih yang kelabu. Waktu tak pernah berbicara, hanya berjalan sambil menghapus jejak.

Terserah, apa yang diinginkan semesta, sebuah pelangi setelah badai atau hanya hujan yang berlarut-larut. Dalam setiap keinginan, ada keraguan yang menunggu jawaban.

Terserah, siapa yang akan mengingat, nama yang pernah terpahat di dinding jiwa atau sekadar bayang-bayang samar dalam angan. Kehadiran manusia hanyalah bisikan angin dalam riuhnya kehidupan.

Terserah, siapa yang akan pergi, membawa sebagian hati atau meninggalkan kehampaan. Perpisahan selalu datang tanpa peringatan, seperti malam yang mengusir siang.

Terserah, siapa yang akan tinggal, menjadi penawar luka atau hanya menjadi saksi bisu. Setiap jiwa adalah pintu yang terbuka untuk cerita baru.

Terserah, kapan waktu akan berhenti, saat senyum terakhir atau ketika tangis memudar. Tiap detik adalah teka-teki, membingkai kehidupan yang sementara.

Terserah, kapan mimpi akan berakhir, dalam pelukan pagi atau di penghujung malam. Mimpi hanyalah jembatan antara harapan dan kenyataan.

Terserah, kapan harapan akan memudar, saat hujan membasahi bumi atau saat musim berganti. Harapan adalah nyala lilin di tengah badai, rapuh namun indah.

Terserah, dimana kisah ini akan selesai, di bukit yang hijau atau lembah yang kelam. Akhir hanyalah awal dari sesuatu yang baru, begitu kata mereka.

Terserah, dimana hati akan menetap, di dermaga penuh janji atau di laut yang tak bertepi. Setiap tempat adalah saksi perjalanan jiwa yang lelah.

Terserah, dimana cinta akan berlabuh, di pantai yang damai atau badai yang ganas. Cinta selalu menemukan jalannya, meski tersembunyi di balik kabut.

Terserah, bagaimana rasa ini akan bermuara, menjadi lagu dalam hening atau jerit di tengah sunyi. Rasa adalah bahasa tanpa kata, hanya bisa dirasakan.

Terserah, bagaimana langkah akan berakhir, dengan gemuruh tepuk tangan atau keheningan yang abadi. Setiap jejak adalah cerita yang tertinggal di bumi.

Terserah, bagaimana hidup akan dikenang, sebagai bintang yang bersinar terang atau lilin kecil yang redup. Kehidupan adalah tarian cahaya yang berakhir di pelukan malam.

Terserah, bagaimana akhirnya semua ini, menjadi abu dalam angin atau bunga di musim semi. Pada akhirnya, semuanya hanya milik semesta, dan kita adalah bagiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun