Petisi digital juga memainkan peran penting dalam ranah politik. Sebagai alat protes terhadap kebijakan publik, petisi digital menunjukkan kekuatan masyarakat untuk menentang keputusan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.
Contoh yang menonjol adalah petisi penolakan Omnibus Law Cipta Kerja. Petisi ini menunjukkan bagaimana masyarakat memanfaatkan media sosial untuk melawan kebijakan yang dianggap merugikan. Namun, fenomena ini juga mencerminkan adanya krisis legitimasi dalam proses legislasi. Ketika pemerintah lebih banyak merespons isu yang viral daripada yang substantif, hal ini menunjukkan lemahnya saluran komunikasi formal antara rakyat dan pemerintah.
Membangun mekanisme partisipasi publik yang lebih inklusif dan memanfaatkan teknologi untuk konsultasi publik secara real-time dapat menjadi jalan keluar untuk memperkuat hubungan antara masyarakat dan pemerintah.
4. Perspektif Teknologi dan Media
Algoritma media sosial memainkan peran penting dalam kesuksesan petisi digital. Algoritma ini menentukan apa yang akan dilihat oleh pengguna, sehingga petisi yang tepat waktu dan relevan dengan tren biasanya memiliki peluang lebih besar untuk viral.
Namun, algoritma ini juga memiliki sisi gelap. Ia dapat mempercepat penyebaran informasi palsu. Misalnya, ada kasus petisi palsu yang memanfaatkan isu sensitif untuk mengumpulkan data pribadi tanpa izin. Selain itu, laporan menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna internet di Indonesia cenderung percaya pada informasi di media sosial meskipun tidak selalu akurat.
Edukasi literasi digital menjadi kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah ini. Masyarakat perlu memahami cara membedakan informasi yang valid dan tidak. Kerja sama dengan platform media sosial untuk memverifikasi konten petisi juga dapat membantu menjaga kredibilitas gerakan digital.
5. Perspektif Psikologi Sosial
Petisi digital juga menarik perhatian dari perspektif psikologi sosial. Fenomena ini menunjukkan bagaimana individu merasa lebih percaya diri menyuarakan aspirasi saat tergabung dalam kelompok besar. Efek kerumunan ini memberikan rasa aman dan solidaritas, sehingga banyak orang yang mungkin sebelumnya enggan berbicara kini lebih terbuka menyampaikan pendapat.
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan petisi digital merasa lebih nyaman menyuarakan aspirasi secara online dibandingkan secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa petisi digital memberikan ruang aman bagi masyarakat untuk terlibat dalam isu-isu yang penting bagi mereka.
Namun, untuk memastikan gerakan ini berdampak nyata, diperlukan strategi yang mampu menghubungkan aksi digital dengan aksi nyata di dunia offline. Membangun komunitas yang aktif secara online dan offline dapat memperkuat gerakan sosial.