Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Natal, Kasih Allah yang Ditolak

16 Desember 2024   23:05 Diperbarui: 16 Desember 2024   23:26 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Natal (sumber : Sabda.org)

Natal, Allah yang Datang Melayani

Natal adalah sebuah momen di mana Allah pribadi yang maha tinggi  menunjukkan kasih-Nya yang tak terhingga dengan datang ke dunia menemui kita Umat-nya. Dalam kerendahan hati-Nya, Dia memilih untuk tinggal di tengah-tengah umat manusia yang terhilang, membawa harapan baru bagi mereka yang terperosok dalam kegelapan dosa. Melalui kelahiran-Nya, Allah mengajak setiap jiwa untuk kembali menemukan jalan menuju-Nya, untuk merasakan damai yang hanya bisa ditemukan dalam kasih-Nya yang abadi. Natal bukan hanya tentang perayaan, tetapi juga tentang pengingat bahwa dalam setiap langkah kita, Allah selalu hadir, menyinari jalan yang benar dengan cinta dan pengampunan-Nya.

Kasih yang Ditolak

Dia tahu kita lemah dan rapuh, namun kita sering terlalu sombong dan tidak menyadari betapa besar kasih-Nya. Setiap langkah kita penuh dengan kegelisahan, setiap pilihan kita dibayangi ketidakpastian. Namun, kita tetap menutup mata terhadap tangan-Nya yang senantiasa terbuka. Kita merasa cukup dengan kekuatan kita sendiri, padahal sebenarnya kita tak lebih dari debu yang lemah di hadapan-Nya.

Dia ingin agar kita hidup bahagia, namun kita memilih untuk hidup dalam sengsara. Keserakahan, kebencian, dan dendam seringkali menjadi pilihan kita, seolah itu memberi makna bagi hidup kita. Dalam kesesakan itu, kita lupa bahwa kebahagiaan sejati tak terletak pada apa yang kita miliki, tetapi pada bagaimana kita hidup dalam kasih dan kedamaian yang Dia tawarkan.

Dia tidak ingin kita jatuh, tapi kita terjun ke lembah nestapa. Dengan hati yang penuh dengan ego dan kesombongan, kita mengabaikan peringatan-Nya yang lembut. Dia memberikan kita kesempatan untuk bangkit, tetapi kita malah mengubur diri dalam keputusasaan yang kita ciptakan sendiri. Setiap langkah menuju kehancuran adalah pilihan kita sendiri, meski Dia selalu ada, mengulurkan tangan untuk menyelamatkan.

Dia ingin mengangkat kita dari pahitnya hidup, tapi kita memilih untuk turun ke kubangan derita. Ada kesempatan untuk hidup dalam kasih dan pengampunan, tetapi kita terjebak dalam kebencian yang menggerogoti jiwa. Kita terikat oleh masa lalu yang kelam, dan dengan itulah kita menolak tawaran kehidupan yang penuh harapan.

Dia memanggil kita ke hidup tanpa beban, tapi kita memilih untuk hidup penuh masalah. Dengan segala kerumitan dunia yang kita ciptakan sendiri, kita tidak mampu mendengar panggilan-Nya. Kita terjebak dalam ilusi kebahagiaan yang sementara, dan menolak kedamaian yang kekal. Keinginan kita akan kontrol dan penguasaan sering menghalangi kita dari jalan yang Dia siapkan.

Dia datang karena prihatin atas hidup kita, tapi kita menyambut-Nya dengan pesta pora. Padahal Dia datang bukan untuk dipuja, tetapi untuk membawa keselamatan. Namun, kita lebih suka sibuk dengan dunia kita yang fana, terbuai dalam kemewahan dan kenikmatan sesaat. Hari-hari Natal yang seharusnya menjadi momen refleksi malah menjadi panggung untuk hiburan yang kosong.

Dalam damai Natal, Dia tidak pernah jemu menunggu kita untuk kembali ke jalan-Nya. Meskipun kita sering kali menjauh, meskipun kita sering kali berpaling, kasih-Nya tetap tidak berubah. Dalam setiap detik yang berlalu, Dia menunggu kita dengan sabar, memeluk kita dengan kasih yang tak bersyarat. Natal mengingatkan kita bahwa tak ada tempat yang lebih aman selain dalam pelukan-Nya, tak ada damai yang lebih abadi selain dari-Nya.

Namun, berapa banyak dari kita yang benar-benar membuka hati untuk menerima-Nya? Betapa seringnya kita menutup pintu hati dan lebih memilih hidup dalam keraguan, ketakutan, dan kebingungan. Kita sibuk dengan hiruk-pikuk dunia ini, padahal Dia datang untuk menawarkan ketenangan yang sejati. Natal adalah ajakan untuk kembali, tetapi sering kali kita menolaknya.

Dia datang bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menyelamatkan. Ia datang untuk menghapus dosa-dosa kita dan memberikan kita kesempatan baru. Namun, kita lebih suka hidup dalam kesendirian, menyembunyikan diri dari kasih-Nya karena merasa tidak layak. Padahal, Dia tahu kita rapuh, Dia tahu kita berdosa, dan justru karena itu Dia datang.

Kasih-Nya tidak terbatas, namun kita sering kali membatasinya dengan kebanggaan kita. Kita merasa kita tidak membutuhkan-Nya, bahwa kita cukup dengan usaha kita sendiri. Tetapi apakah usaha kita sudah benar-benar memberi kita kedamaian sejati? Apakah kita sudah cukup bahagia dengan segala pencapaian kita?

Pada malam Natal, Dia datang dengan sederhana, lahir di dalam ketidakberdayaan seorang bayi. Di tengah keheningan itu, Dia menunjukkan kepada kita bahwa kekuatan-Nya bukanlah kekuatan duniawi. Tidak ada kemegahan, tidak ada keangkuhan, hanya kesederhanaan yang mendalam. Namun, sering kali kita menolak kedatangan-Nya karena kita terlalu sibuk mengejar hal-hal yang sementara.

Dia datang untuk mengubah dunia, namun kita menutup mata terhadap perubahan yang ingin Dia bawa. Kita lebih suka bertahan dalam kebiasaan lama, meskipun itu membawa kita jauh dari kedamaian. Natal seharusnya menjadi momen untuk membuka hati, untuk meresapi kasih yang datang membawa pembaruan. Namun, kita sering kali terjebak dalam kebiasaan yang tidak membawa perubahan positif.

Dalam ketenangan malam Natal, Dia berbisik lembut kepada kita untuk kembali kepada-Nya. Namun, kita sering kali terlarut dalam keramaian, mencari kebahagiaan dalam hal-hal yang sementara. Padahal, Dia sudah memberi segalanya untuk kita, tanpa meminta imbalan apapun. Dia hanya ingin kita kembali ke jalan yang benar, jalan yang penuh kasih dan damai.

Pesta pora dunia mengalihkan perhatian kita dari kasih yang sejati. Kita terlalu sibuk merayakan kemewahan dunia, padahal Natal adalah tentang merayakan kasih-Nya yang tak terhingga. Namun, sering kali kita tidak dapat memahaminya, karena hati kita terlalu keras dan terikat oleh dunia ini.

Dia datang untuk menyembuhkan, tetapi kita menolak untuk disembuhkan. Kita lebih memilih tetap dalam penderitaan yang kita ciptakan sendiri, menolak untuk melepaskan beban yang kita pikul. Natal seharusnya menjadi saat penyembuhan, tetapi kita menutup diri, merasa cukup dengan apa yang kita miliki, meskipun itu tidak memberi kedamaian.

Kasih-Nya mengalir tanpa henti, meskipun kita sering kali menolaknya. Dalam setiap detik hidup kita, Dia menunggu dengan sabar. Namun, berapa banyak dari kita yang sungguh-sungguh menerima-Nya? Kita sering kali lebih memilih jalan yang mudah, jalan yang nyaman, meskipun itu membawa kita jauh dari-Nya.

Natal, Kasih yang Tersedia Setiap Saat

Dalam damai Natal, Dia tidak pernah jemu menunggu kita untuk kembali ke jalan-Nya. Setiap hari adalah kesempatan baru untuk kembali, untuk membuka hati dan menerima kasih-Nya. Natal adalah momen untuk memulai kembali, untuk menerima pengampunan, dan untuk hidup dalam damai-Nya yang abadi. Namun, apakah kita akan menolaknya, ataukah kita akan menerima kasih-Nya dengan hati yang terbuka?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun