Di tawamu ada kerinduan,
yang tak mampu kau ucapkan,
seperti bunga yang layu dalam pot,
tetap indah meski hampir mati,
menunggu musim yang tak kunjung datang.
Kudengar ada tangis di tawamu,
ia menyelinap di balik keriangan,
seperti rembulan yang tertutup awan,
tak mampu menyinari malam,
hanya membiarkan gelap menguasai.
Tawamu menjadi penanda hari,
namun tangismu menjadi penanda hati,
yang pernah penuh dengan cinta,
kini terkoyak oleh waktu,
dan tak mampu kau jahit kembali.
Kudengar ada tangis di tawamu,
seperti gemuruh dari samudera,
yang menyimpan rahasia di kedalamannya,
tak ada yang tahu seberapa luas luka,
hanya hatimu yang dapat mengukur.
Di balik tawamu ada bisikan,
tentang mimpi yang perlahan pudar,
tentang harapan yang ingin hidup,
meski tertutup kabut gelisah,
dan hilang di balik bayang malam.
Kudengar ada tangis di tawamu,
ia memanggil dengan suara lembut,
seperti daun yang jatuh ke tanah,
mengiringi hujan yang turun perlahan,
menjadi lagu yang tak pernah selesai.
Tawamu adalah bahasa yang unik,
yang mengungkapkan apa yang tak terkatakan,
membawa pesan dari jiwa yang sunyi,
tentang cinta yang pernah ada,
dan luka yang tak pernah sembuh.
Kudengar ada tangis di tawamu,
ia seperti melodi yang tersesat,
berputar-putar tanpa arah pasti,
mengisi ruang kosong di dada,
dengan kerinduan yang tak terbendung.
Di balik tawamu, aku melihatmu,
bukan sebagai jiwa yang bahagia,
tetapi sebagai manusia yang berjuang,
melawan gelombang kehidupan,
dengan kekuatan yang hampir habis.b
Kudengar ada tangis di tawamu,
dan aku tahu kau tak ingin terlihat lemah,
namun jiwa tak dapat selamanya berpura-pura,
karena tangis akan selalu menemukan jalannya,
meski tersembunyi dalam senyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H