Bersama kita pernah berlayar
Mengukir jejak di atas lautan biru, berharap menemukan pulau impian yang sempurna. Kita percaya angin akan selalu berpihak, membawa kita ke tempat yang kita sebut rumah. Namun ombak penghianatan menghantam kapal kecil kita, meremukkan kepercayaan yang dulu utuh. Aku kini terapung di reruntuhan mimpi, sendirian di samudra penyesalan.
Bersama kita pernah berenang
Melawan arus gelap yang mencoba menenggelamkan kita, saling menggenggam erat agar tak terpisah. Air yang dulu menenangkan kini berubah menjadi tempat aku tenggelam. Kau, yang pernah menjadi harapanku, kini hanyalah bayangan samar di kejauhan. Setiap tarikan nafas terasa berat, seolah air mata ini menyelimuti nafasku.
Bersama kita pernah mengayuh
Menggapai cakrawala yang berwarna jingga, membayangkan kebahagiaan di seberangnya. Tapi kebahagiaan itu hanya fatamorgana, memudar seiring matahari tenggelam. Kayuhan kita melemah di tengah malam yang dingin, terhenti oleh kelelahan hati. Kita pun berpisah, hanyut oleh arus takdir yang saling memisahkan.
Bersama kita selalu
Berjanji untuk saling mencintai meski badai datang, meski lautan berubah menjadi gelap. Tapi janji itu hanyalah kata-kata yang tenggelam di antara gelombang. Kita tak lagi berbicara dengan bahasa yang sama, hanya diam yang mengisi ruang di antara kita. Diam yang mengeras menjadi tembok, memisahkan kita dalam samudra ini.
Bersama kita akan
Tetap menjadi cerita yang diceritakan oleh ombak, meski kisah ini penuh luka. Aku bertahan dengan kenangan, menggenggam erat potongan waktu yang dulu indah. Namun kenangan itu berubah menjadi pasir yang terlepas dari tanganku. Aku semakin tenggelam, kehilangan semua yang pernah kita miliki.
Bersama kita pernah berlayar
Membawa mimpi-mimpi yang begitu besar, berlayar dengan semangat yang tak tergoyahkan. Tapi kapal itu tak mampu menahan beban mimpi yang terlalu berat. Ia karam, membawa serta harapan yang pernah kita miliki. Aku hanya berdiri di atas puing-puing, terombang-ambing di laut yang menghempas di kesepian.
Bersama kita pernah berenang
Dalam kebahagiaan yang mengalir seperti air, menyentuh hati dengan lembut. Namun arus waktu mengubah segalanya, memisahkan kita ke arah yang berlawanan. Aku mencoba berenang melawan arus, tapi kekuatanku habis. Kini aku tenggelam, larut dalam samudra air mata yang tak kunjung kering.
Bersama kita pernah mengayuh
Dengan penuh semangat, menuju pulau yang kita sebut mimpi indah. Namun kayuhan kita tak seirama, tak mampu menyatukan langkah. Perahu kecil kita berhenti di tengah lautan, terjebak di antara impian dan realita. Aku hanya bisa mengayuh dalam ingatan, berharap kau akan kembali.
Bersama kita selalu
Menyimpan harapan meski hujan badai terus turun, mengguyur hati hingga beku. Tapi kebekuan itu tak pernah mencair, bahkan saat mentari mencoba menyinari. Cinta yang kita junjung tinggi akhirnya jatuh, hancur dalam hempasan gelombang. Aku tetap di sini, berdiri di tepi samudra kenangan yang pahit.
Bersama kita akan
Menjadi cerita yang terus aku ulang dalam pikiranku, meski menyakitkan. Aku tahu kita tak akan kembali seperti dulu, tapi aku tetap menunggu. Samudra ini terlalu luas, terlalu dalam untuk aku tinggalkan. Setiap tetes air mata adalah doa yang ku titipkan, agar kau tahu aku masih di sini, di samudra air mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H