Bersama kita pernah berlayar
Menyusuri lautan mimpi yang membiru, menghamparkan harapan tanpa tepi. Ombak berbisik pelan, mengiringi tawa yang menggema di cakrawala. Di atas perahu kecil kita percaya pada angin, yang mengusung cinta ke arah bintang. Namun badai datang, memecah layar kita hingga koyak. Kini yang tersisa hanyalah riak duka di antara kehancuran.
Bersama kita pernah berenang
Menelusuri kedalaman rasa yang tak terukur, saling mencari di tengah gelombang kehidupan. Dalam pelukan air yang sejuk, kita berbagi nafas dan detak. Tetapi arus kuat merenggutmu dariku, meninggalkan kekosongan yang mencekik. Aku terus menyelam, berharap menemukanmu lagi di dasar laut kenangan.
Bersama kita pernah mengayuh
Sebuah perahu kecil di atas air tenang, menuju pantai impian yang menjanjikan keabadian. Setiap dayungan adalah janji, setiap percikan adalah canda bahagia. Tapi tangan-tangan lelah kita akhirnya berhenti, dihentikan oleh waktu yang tak pernah setia. Perahu itu karam, dan kita terpisah dalam dingin yang menusuk jiwa.
Bersama kita selalu
Percaya bahwa cinta dapat melampaui segala batas, menepis takut dan bimbang. Kita merajut hari-hari seperti kain yang hangat, berwarna dengan pelangi perasaan. Tapi benang-benang itu terurai, tak mampu menahan beban luka yang tak terucap. Kini cinta yang selalu ada, hanyalah bayangan yang melintas di atas air.
Bersama kita akan
Tetap dikenang dalam ingatan, meski hanya sebagai fragmen yang hancur. Takdir telah membawa kita ke ujung yang berbeda, di mana jalan kita tak lagi bertemu. Namun aku tenggelam, tak mampu berenang menjauh dari rasa yang dulu menyatukan. Samudra air mata ini menjadi tempatku terpenjara, tanpa pelabuhan untuk bersandar.
Bersama kita pernah berlayar
Melewati angin badai yang menguji, dan bersorak saat tiba di pulau-pulau kecil bahagia. Tapi setiap layar yang terkembang akhirnya menua, kehilangan daya dan terhempas. Kita pun tak lagi tahu arah, terombang-ambing dalam ketidakpastian. Akhirnya, hanya aku yang tersisa di kapal pecah ini, menangis dalam diam.
Bersama kita pernah berenang
Di air yang penuh gema tawa, menciptakan riak-riak yang menyentuh langit. Tapi air itu kini berubah menjadi asin, penuh dengan air mata yang tak tertahankan. Kehangatan yang dulu ada telah lenyap, meninggalkan dingin yang menusuk hingga tulang. Aku hanyalah sosok yang kehilangan, berenang tanpa arah di samudra pedih ini.
Bersama kita pernah mengayuh
Menuju cahaya yang selalu terasa dekat, tetapi tak pernah benar-benar tergapai. Kita mengira kebersamaan cukup untuk melawan badai yang menghantam. Namun setiap kayuhan melemah, tenggelam oleh beban harapan yang tak sanggup kita pikul. Sekarang aku hanya mendayung dalam kehampaan, mencari bayangan dirimu di antara gelombang.
Bersama kita selalu
Berharap bahwa samudra ini adalah rumah, tempat kita menemukan damai. Tapi yang kita temukan hanyalah kebohongan yang membungkus hati dengan rapi. Setiap percakapan menjadi sunyi, setiap pelukan menjadi dingin. Cinta yang selalu kita agungkan kini tenggelam, tak bersisa selain air mata.
Bersama kita akan
Berjuang untuk mengingat, meski kenangan ini menyayat hati setiap kali. Aku tak tahu apakah kau merasakan yang sama, atau sudah berlayar jauh meninggalkanku. Tapi samudra ini tak membebaskanku, mencengkeramku dengan rantai kerinduan. Aku tetap di sini, menunggu tanpa akhir, di lautan air mata yang kau tinggalkan.