Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Terkapar di Ujung Mimpi

13 Desember 2024   21:18 Diperbarui: 13 Desember 2024   21:18 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkapar di Ujung Mimpi

Dalam sepi yang melukis kelam malam,
Aku menatap bayang yang kian tenggelam.
Mimpi-mimpi yang dahulu bercahaya,
Kini redup bagai lilin di tengah badai.
Angin dingin membelai tubuh yang rapuh,
Menyisakan luka dalam jiwa yang lusuh.

Di batas mimpi, aku berjalan tertatih,
Menapaki jalan penuh onak dan lirih.
Asa yang pernah mekar di taman hati,
Kini gugur bersama waktu yang mati.
Langkahku lemah, gemetar tanpa arah,
Tertunduk lesu, hilang dalam pasrah.

Pernah kumiliki harap yang membumbung tinggi,
Menyentuh langit biru, meraih mentari.
Namun kini hanya gelap yang tersisa,
Melingkupi jiwa, menghapus semua asa.
Di ujung lorong yang penuh duri dan sengketa,
Aku terkapar, mencari cahaya yang nyata.

Hujan air mata jatuh tanpa henti,
Membanjiri malam yang begitu sunyi.
Tanganku menggapai, namun hanya kehampaan,
Semesta tak mendengar rintih kesedihan.
Setiap tetesnya mengalirkan luka lama,
Mengikis mimpi yang pernah penuh warna.

Angin malam berbisik lirih di telinga,
Menyampaikan cerita tentang waktu yang hampa.
Aku bertanya pada bintang yang pudar,
Namun ia bungkam, tenggelam di balik awan liar.
Adakah jawaban di balik sunyi ini?
Ataukah aku selamanya terkurung di sini?

Di batas kesadaran, aku menanti pagi,
Tapi fajar seolah enggan menyambangi.
Kegelapan ini memeluk erat ragaku,
Meninggalkan jejak pedih di setiap langkahku.
Hanya bayangku yang tetap menemani,
Meski ia tak mampu mengusir sepi ini.

Langit hitam menatapku tanpa rasa,
Menyaksikan hati yang runtuh penuh dosa.
Di ujung mimpi yang tak bertepi,
Aku mencari makna yang tak kunjung pasti.
Adakah takdir yang masih tersisa?
Atau ini hanya perjalanan sia-sia?

Dalam hening aku memohon ampun,
Pada semesta yang penuh kabut dan gerun.
Bawa aku keluar dari belenggu ini,
Berikan arti pada mimpi yang mati.
Namun doa-doa itu menguap di udara,
Hilang tanpa jejak, tenggelam tanpa suara.

Terkapar di ujung mimpi yang kosong,
Aku hanya bayang yang terus melolong.
Mencari terang di balik gelap pekat,
Tapi semua hanya bayang yang sesat.
Di antara debu mimpi yang berantakan,
Aku tetap bertahan, meski tanpa tujuan.

Setiap langkah adalah luka yang terukir,
Meninggalkan bekas di jalan yang getir.
Aku ingin bangkit, tapi kaki terlalu lemah,
Harapan terasa seperti kenangan yang indah.
Adakah angin yang membawa perubahan,
Atau hanya sunyi yang terus berlanjut dalam kesepian?

Aku pernah percaya pada cahaya di ujung lorong,
Tapi kini gelap kian menelan ruang kosong.
Dalam pelukan malam yang tak bertepi,
Aku terombang-ambing dalam mimpi.
Namun asa yang tersisa begitu tipis,
Bagai api kecil yang melawan badai gerimis.

Waktu terus berjalan, tapi aku terhenti,
Dalam lingkaran mimpi yang tak bertepi.
Matahari tak muncul, bulan pun berlalu,
Hanya kegelapan yang kini membelenggu.
Aku menunggu akhir yang tak kunjung datang,
Dalam mimpi ini, aku terjebak tanpa peluang.

Suara-suara masa lalu berbisik lembut,
Mengingatkan luka yang tak pernah surut.
Aku mencoba melupakan, tapi tak mampu,
Kenangan itu menancap seperti paku.
Setiap hembusan napas membawa pedih,
Mengukir cerita yang terus berulang lirih.

Di batas mimpi, aku ingin menyerah,
Tapi ada sesuatu yang menahan langkah.
Mungkin itu cinta yang masih tersisa,
Atau harapan kecil yang tak pernah reda.
Meski terluka, aku tak bisa berhenti,
Mencari arti di tengah ilusi yang meliputi.

Langit kini menangis bersama hatiku,
Mengguyur malam dengan air mata pilu.
Aku bertanya pada angin yang berhembus,
Namun jawabannya hanyalah bisikan tak jelas.
Adakah arti di balik semua penderitaan,
Atau ini hanyalah perjalanan menuju kehampaan?

Dalam malam yang kian larut,
Aku merasa semakin terjerat.
Namun di balik gelap ini,
Ada sinar kecil yang perlahan mendekati.
Mungkinkah itu adalah jawabannya?
Atau hanya fatamorgana di tengah luka?

Dengan napas berat aku terus berjalan,
Mencoba keluar dari mimpi yang kelam.
Meski tubuh lemah, hati tak mau menyerah,
Karena aku tahu ada arti di balik pasrah.
Di ujung lorong ini mungkin ada terang,
Yang menanti dengan harapan tak hilang.

Aku mulai percaya pada langkah kecil,
Meski jalanku penuh liku yang getir.
Dalam gelap aku temukan diriku,
Menyatu dengan mimpi yang pernah membisu.
Aku tahu, perjalanan ini tak sia-sia,
Karena setiap luka adalah pembelajaran yang nyata.

Kini gelap mulai pudar perlahan,
Menyisakan fajar yang kembali berteman.
Mimpi-mimpi yang dulu terkapar,
Bangkit dengan kekuatan yang baru mekar.
Aku tersenyum meski masih lelah,
Karena di ujung mimpi, aku temukan arah.

Dalam terang aku akhirnya berdiri,
Menghapus air mata yang sempat menghuni.
Mimpi-mimpi ini tak lagi beku,
Karena aku tahu, hidup selalu memberi waktu.
Meski terkapar di ujung mimpi yang kelam,
Aku bangkit, menjemput pagi yang dalam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun