Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Tak Terucap

13 Desember 2024   13:23 Diperbarui: 13 Desember 2024   13:23 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bayang (dibuat memakai DALL-E)

Puisi Tak Terucap

Di balik bisu, ada kata yang tertahan,
Menghimpun rasa, terpendam dalam keheningan.
Tiada suara yang mampu melontarkan,
Tak terucap, namun begitu dalam perasaan.

Hati ini, ibarat samudra luas,
Menanti gelombang yang tak pernah datang.
Sekuntum kata, sejuta harapan,
Namun terbungkus dalam sunyi yang mencekam.

Apa yang kurasa, lebih dari kata-kata,
Lebih dalam dari apapun yang bisa diucapkan.
Ia mengendap dalam jiwa yang kelabu,
Menanti saat untuk ditemukan, tanpa suara.

Pandanganku menatap jauh ke depan,
Tapi bibirku terkatup rapat, tak mampu bersuara.
Ada banyak cerita yang ingin ku bagikan,
Namun semuanya terkubur dalam kesunyian.

Di ujung malam, aku ingin berteriak,
Namun hanya angin yang menjawab.
Rasa ini, begitu dalam dan perih,
Tak terucap, meski ingin kurasakan.

Kadang, kata-kata tak cukup menyampaikan,
Apa yang sebenarnya ingin disampaikan.
Ada dunia yang tak terjamah oleh suara,
Yang hanya bisa dipahami dalam keheningan.

Ada rasa yang tersisa di hati ini,
Tak bisa diungkapkan dengan hanya satu kalimat.
Berkecamuk, namun tetap terkunci,
Tak terucap, meskipun ingin kujelaskan.

Wajahmu yang selalu terbayang,
Namun kata-kata tak pernah datang.
Aku hanya bisa diam, menahan segala rasa,
Tak terucap, karena takut menyakiti.

Kenangan itu, selalu hadir dalam mimpi,
Namun tak ada suara yang menyertainya.
Aku ingin mengungkapkan semuanya,
Tapi mulut ini hanya bisa diam.

Mungkin memang begitulah takdir,
Kata-kata yang terhenti, menyelam dalam hati.
Terkubur dalam diam, dalam genggaman waktu,
Tak terucap, hanya menjadi kenangan.

Aku ingin berkata "aku merindukanmu",
Namun bibir ini hanya bisa diam.
Tak ada kata yang bisa menggambarkan,
Rasa yang ada di dalam jiwaku.

Ada kalanya, kesunyian adalah jawabannya,
Ketika kata tak lagi mampu menyelesaikan.
Aku diam, dan kau pun tahu,
Tak terucap, namun tetap terasa.

Terkadang, tak terucap adalah bentuk cinta,
Yang tak memerlukan kata untuk dimengerti.
Keheningan ini lebih indah, lebih berarti,
Karena kata hanya akan meredupkan makna.

Dari jauh, aku hanya bisa melihat,
Tapi tak ada kata yang keluar.
Aku ingin berlari menghampirimu,
Namun langkah ini terhenti dalam diam.

Rasa ini tak perlu dijelaskan,
Karena hanya hati yang bisa mengerti.
Dalam diam, kita berbicara lebih banyak,
Tak terucap, namun terasa begitu dekat.

Aku belajar bahwa terkadang,
Diam adalah cara terbaik untuk berbicara.
Tak terucap, namun semuanya ada,
Di setiap detak jantung yang berirama.

Luka ini tak bisa ditutupi,
Namun tak ada kata untuk menyembuhkannya.
Cukup aku yang merasa,
Tak terucap, tetapi selalu ada.

Mungkin ini adalah bentuk pengorbanan,
Menyimpan segalanya dalam hati.
Tak terucap, namun tetap abadi,
Menjadi bagian dari cerita kita.

Dan pada akhirnya, aku sadar,
Bahwa tak semua yang ingin diucapkan,
Haruslah terucap.
Kadang diam adalah jawaban terbaik.

Puisi ini tak akan pernah selesai,
Karena kata-kata selalu terhenti di sini.
Tak terucap, namun tetap ada,
Dalam setiap ruang hening yang kita bagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun