Aku ingin berkata "aku merindukanmu",
Namun bibir ini hanya bisa diam.
Tak ada kata yang bisa menggambarkan,
Rasa yang ada di dalam jiwaku.
Ada kalanya, kesunyian adalah jawabannya,
Ketika kata tak lagi mampu menyelesaikan.
Aku diam, dan kau pun tahu,
Tak terucap, namun tetap terasa.
Terkadang, tak terucap adalah bentuk cinta,
Yang tak memerlukan kata untuk dimengerti.
Keheningan ini lebih indah, lebih berarti,
Karena kata hanya akan meredupkan makna.
Dari jauh, aku hanya bisa melihat,
Tapi tak ada kata yang keluar.
Aku ingin berlari menghampirimu,
Namun langkah ini terhenti dalam diam.
Rasa ini tak perlu dijelaskan,
Karena hanya hati yang bisa mengerti.
Dalam diam, kita berbicara lebih banyak,
Tak terucap, namun terasa begitu dekat.
Aku belajar bahwa terkadang,
Diam adalah cara terbaik untuk berbicara.
Tak terucap, namun semuanya ada,
Di setiap detak jantung yang berirama.
Luka ini tak bisa ditutupi,
Namun tak ada kata untuk menyembuhkannya.
Cukup aku yang merasa,
Tak terucap, tetapi selalu ada.
Mungkin ini adalah bentuk pengorbanan,
Menyimpan segalanya dalam hati.
Tak terucap, namun tetap abadi,
Menjadi bagian dari cerita kita.
Dan pada akhirnya, aku sadar,
Bahwa tak semua yang ingin diucapkan,
Haruslah terucap.
Kadang diam adalah jawaban terbaik.
Puisi ini tak akan pernah selesai,
Karena kata-kata selalu terhenti di sini.
Tak terucap, namun tetap ada,
Dalam setiap ruang hening yang kita bagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H