Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup adalah Simfoni Waktu

10 Desember 2024   22:55 Diperbarui: 10 Desember 2024   23:03 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simfoni Alam, Koleksi Rudi Sinaba, dibuat memakai DALL-E Open AI

Hidup Adalah Simfoni Waktu

Langit senja mulai menampilkan lukisan warna yang khas: jingga, merah, dan keemasan berbaur lembut. Cahaya matahari memantulkan bayangan pada dedaunan yang berayun lembut diterpa angin. Aku duduk di sebuah bangku tua di taman yang tenang, membiarkan waktu memelukku dalam ketenangan yang sesaat ini. Simfoni ini terasa nyata, sebuah nada yang bergema melalui setiap langkah yang telah aku tapaki.

Hidup adalah simfoni waktu. Kadang kita menjadi pemain yang mahir memainkan instrumen kita; namun kadang kita juga hanya penonton yang bingung akan melodi yang dimainkan. Simfoni ini bukan tentang sempurna atau kesalahan, tetapi tentang bagaimana kita memainkan setiap nada dengan hati. Setiap keputusan adalah satu ketukan nada yang membentuk lagu ini.

Aku memejamkan mata sejenak, membiarkan diri tenggelam dalam setiap desah angin yang membelai. Suara gemerisik daun dan langkah-langkah kecil anak-anak yang berlari menciptakan harmoni alami yang mengiringi pikiranku. Ini adalah musik yang tak pernah berhenti, senantiasa mengalun tanpa kita sadari.

Seperti hidup, kita memiliki tempo kita sendiri. Ada waktu di mana kita berlari cepat mengejar mimpi, ada kalanya kita berhenti sejenak untuk mendengarkan keheningan. Dan sering kali, kita bertanya: apakah kita berada pada ketukan yang benar? Apakah setiap nada yang kita pilih akan membentuk simfoni yang indah atau justru berakhir kacau?

Aku berpikir tentang perjalanan. Perjalanan adalah nada panjang yang dimainkan dalam simfoni ini. Setiap perjalanan memiliki melodi yang berbeda—ada yang berisi ketukan gembira, ada yang berisi ketukan duka. Namun, dari semua itu, kita menemukan makna. Seperti orkestra yang memadukan berbagai instrumen untuk menciptakan harmoni yang sempurna, setiap pengalaman membentuk lagu hidup kita.

Kadang kita kehilangan nada, seperti ketika kita dihadapkan pada pilihan yang sulit. Ada ketakutan akan kesalahan, ada keraguan tentang langkah yang harus diambil. Tapi di sanalah letak keindahannya. Simfoni waktu mengajarkan kita untuk mendengarkan lebih dalam, untuk memahami bahwa setiap kesalahan adalah peluang untuk menemukan melodi baru yang lebih indah.

Suara serangga mulai mengisi ruang sekeliling. Ini adalah bagian dari simfoni alami yang tak pernah berhenti. Alam memiliki caranya sendiri dalam menciptakan simfoni yang tak perlu dijadwalkan. Tak seperti manusia yang sering bertanya tentang kapan dan mengapa, alam hanya mengalir dalam iramanya tanpa perlu banyak berpikir.

Kehidupan adalah tentang bergerak dalam irama ini. Terkadang kita berlari cepat, kadang kita berjalan pelan. Ada saatnya kita memainkan instrumen dengan semangat, namun ada juga waktu ketika kita hanya ingin mendengarkan setiap alunan. Menyelam dalam ketukan waktu yang berirama ini membuat kita memahami bahwa kita adalah bagian dari orkestra yang jauh lebih besar dari apa yang kita kira.

Simfoni ini sering kali memaksa kita untuk menghadapi perubahan, sebuah perubahan yang seperti alur nada yang berputar dan berganti dengan cepat. Sama seperti alat musik yang harus disesuaikan agar tetap harmonis, kita juga harus beradaptasi dengan setiap perubahan agar melodi kita tetap berjalan tanpa terputus.

Aku merasakan ketukan ini dalam setiap jantung yang berdebar. Kadang, kita terjebak pada nada yang salah, tetapi itu bukan berarti kita harus berhenti memainkan alat musik kita. Kadang, kita hanya perlu mendengarkan kembali, menyesuaikan tempo, dan melanjutkan simfoni dengan semangat baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun