Kepada siapakah mereka harus mengadu?
Bila dunia ini memalingkan wajahnya.
Tangis mereka terbenam dalam lantai yang keras,
Dimakan waktu dan ketakutan tanpa akhir.
Tak ada pilihan lain, hanya bisa terbungkam.
Mereka duduk di bawah pohon yang sama,
Berbagi cerita tanpa kata yang berarti.
Kisah perjuangan tak pernah berhenti,
Namun suara mereka senyap dan tak terdengar.
Tak ada pilihan lain, hanya bisa terbungkam.
Mimpi tentang rumah yang nyaman dan taman,
Selalu jadi khayalan yang terus berulang.
Dengan harapan yang tetap menguap,
Mereka berjalan tanpa tujuan yang pasti.
Tak ada pilihan lain, hanya bisa terbungkam.
Kisah ini mereka genggam di dalam hati,
Menyatu dengan keringat dan air mata.
Berjuang hingga semua rasa lelah menjadi sunyi,
Tanpa bisa menjeritkan suara pada dunia. Tak ada pilihan lain, hanya bisa terbungkam.
Mereka terdiam di sudut kota tua,
Menjadi penonton dalam panggung semu.
Kisah mereka tak pernah dimaknai,
Hanya bayangan yang terus berlari.
Tak ada pilihan lain, hanya bisa terbungkam.
Hidup mereka seharusnya menjadi perhatian,
Namun suara mereka seperti embun pagi.
Menghilang bersama tiupan angin yang sama,
Terbenam tanpa jejak yang berarti.
Tak ada pilihan lain, hanya bisa terbungkam.
Hari berganti, musim berlalu,
Namun mereka tetap di sini—tanpa kemajuan.
Menyaksikan kota berkembang, sementara mereka tetap sama,
Dalam sunyi yang tak pernah berakhir.
Tak ada pilihan lain, hanya bisa terbungkam.
Dan ketika fajar datang tanpa senyum,
Mereka bangkit dan berjalan tanpa kata.
Kisah mereka sederhana dan penuh kepasrahan,
Kisah tentang rakyat kecil yang selalu berjalan.
Tak ada pilihan lain, hanya bisa terbungkam.
Mereka ingin berbicara, namun suara terjebak,
Di balik kepasrahan dan debu kehidupan.
Kisah ini adalah sebuah bentuk perjuangan,
Yang hanya bisa mereka simpan dalam hati.
Tak ada pilihan lain, hanya bisa terbungkam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H