Kau menari dengan angin malam,
Seperti puisi yang berhembus perlahan.
Kehadiranmu adalah bait-bait hidup,
Yang selalu memanggil namaku.
Kulihat keindahan dan sedu sedanmu,
Berpadu dalam kelopak mata yang dalam.
Rindu terbang seperti pesona,
Berpadu dengan bayang cahaya keemasan.
Kau adalah suara dari ujung jalan,
Puisi yang bersemi dalam keheningan.
Kulihat wajahmu, lalu membaca
Setiap simbol yang tersembunyi di sana.
Kulihat puisi di matamu,
Dan hatiku menjadi halaman kosong.
Setiap kata yang kau tuliskan,
Adalah nyanyian yang menggenggam jiwaku.
Tatap matamu adalah lautan,
Dan aku hanyalah kapal yang berlayar.
Menyusup dalam gelombang syair,
Hingga lupa akan pantai tujuanku.
Mata itu menari dalam cahaya rembulan,
Merangkai rindu dari waktu yang panjang.
Dan aku tetap membaca,
Puisi di balik tatapan itu.
Kau adalah misteri tanpa akhir,
Tersusun dari debu dan cahaya.
Kulihat puisimu di matamu,
Membuka ruang dalam hatiku yang sepi.
Kau adalah angin yang berhembus lembut,
Syair dalam setiap pertemuan kita.
Dan ketika kau memandang,
Dunia berhenti untuk sejenak.
Kulihat puisi di matamu,
Dan aku tahu, aku bukan penyair.
Namun dengan setiap lirik ini,
Kau mengajarkan aku untuk terus membaca.
Kau adalah halaman yang tak pernah habis,
Puisi yang tetap menulis sejarah.
Kulihat matamu dan menyadari,
Kau adalah puisiku yang sempurna.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI