Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Terhormat Jadi Terhina

7 Desember 2024   00:16 Diperbarui: 7 Desember 2024   01:24 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup Mewah Keluarga Pejabat Negara (SINDONEWS.com)

Terhormat Jadi Terhina

Ingat, di atas langit masih ada langit,
Takhta tinggi hanyalah semu pelangi,
Saat kau menganggap rendah insani,
Kehormatanmu berujung tragedi.

Ingat, tidak selamanya angin berpihak,
Kesombongan merajut tali pematah,
Saat kau melangkah di atas luka,
Dunia berputar, tak ada yang abadi jua.

Ingat, hidup ini tak lebih dari persinggahan,
Kemegahan fana hanyalah ujian,
Ketika kau lupa arti kerendahan hati,
Kebesaranmu berubah jadi duri di hati.

Ingat, tangan yang kau gunakan menekan,
Bisa menjadi pengikat jerat kesalahan,
Semakin tinggi pohon kau daki,
Semakin kencang angin menghantam diri.

Ingat, kemuliaan tak datang dari angkuh,
Bukan dari kata-kata menusuk tubuh,
Saat kau lupa bahwa semua setara,
Kau sendiri yang menghapus cahaya.

Ingat, langit biru bisa menjadi badai,
Ketika hati menumpuk bangkai,
Kesombonganmu menjadi duri,
Melukai diri, merobek nurani.

Ingat, manusia hidup untuk berbagi,
Bukan menindas demi ambisi,
Saat kau melangkah di jalan bengkok,
Mimpimu runtuh menjadi debu rapuh.

Ingat, roda waktu terus berputar,
Siang dan malam saling bergulir,
Ketika kau lupa pada akar nurani,
Langit kehormatanmu kelam menyelimuti.

Ingat, suara rendah bisa menggema,
Mengguncang tahtamu yang terbuat dari cela,
Saat orang-orang kau pandang hina,
Kehormatanmu hanya bayangan fana.

Ingat, setiap langkah ada bayangan,
Karma menanti dalam kesunyian,
Kesombonganmu menjadi penjara,
Mengurung jiwa dalam neraka fana.

Ingat, di atas langit masih ada langit,
Kehormatan takkan bertahan dengan licik,
Saat kau menjatuhkan orang lain,
Tersandunglah dirimu dalam derita tak terelakkan.

Ingat, kekuasaan hanyalah titipan,
Bukan milik abadi yang bisa kau agungkan,
Ketika kau lupa bersyukur,
Langkahmu terseret ke jurang terkutuk.

Ingat, mulut yang sombong adalah api,
Menghanguskan impian, membakar harmoni,
Saat kau angkuh menatap bumi,
Tersungkurlah kau di dasar ilusi.

Ingat, kejayaan adalah ujian jiwa,
Bukan panggung untuk memandang rendah sesama,
Ketika kesombongan mengisi hari,
Kau kehilangan makna sejati.

Ingat, manusia adalah makhluk rapuh,
Tak ada yang abadi di atas tubuh,
Kesombonganmu menjadi hujan batu,
Menghancurkan tahtamu, melukai kalbu.

Ingat, dunia adalah ladang karma,
Apa yang kau tabur, itulah yang kau terima,
Saat kau menabur benih kesombongan,
Panenmu hanya penyesalan berkepanjangan.

Ingat, di atas langit masih ada langit,
Hidup bukan untuk merasa paling baik,
Saat kau lupa siapa dirimu,
Terhormat namun terhina menjadi akhir ceritamu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun