Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Berdebat dengan Duka

2 Desember 2024   14:21 Diperbarui: 2 Desember 2024   14:25 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdebat dengan Duka

Di sudut malam, duka datang bertamu,
Dengan wajah kelam dan suara sendu.
"Apa kabarmu?" tanyanya perlahan,
Ku jawab tegas, "Aku masih bertahan."

Duka tertawa, sinis dan nyaring,
"Kau bilang bertahan, tapi kau sering hening.
Apa arti hidup, jika terus kau tangisi,
Seakan bahagia tak pernah kau miliki?"

Aku menatapnya, mataku berkilat,
"Duka, kau hadir saat hatiku terbelah.
Tapi jangan kira aku akan menyerah,
Meski luka ini membuatku lelah."

Duka membalas, "Aku teman setiamu,
Menemani malam saat kau kehilangan haru.
Bukankah aku yang mengajarimu tangguh?
Tanpa aku, jiwamu akan rapuh."

Aku berteriak, "Cukup sudah!
Kehadiranmu hanya membawa resah.
Bahagia bukan lawan yang harus kau singkirkan,
Ia milikku, meski sering kau usahakan hilang."

Duka tersenyum, pandangnya menusuk,
"Kau takkan lari, kau tahu aku merasuk.
Aku bukan musuh, hanya bagian dirimu,
Bayangan kelam yang selalu membelenggu."

Aku menjawab, "Tapi aku punya cahaya,
Harapan di hati yang tak pernah sirna.
Kau mungkin gelap, tapi aku tetap terang,
Melangkah maju meski luka menghalang."

Duka terdiam, sejenak merenung,
"Kau kuat," katanya, "meski hatimu terhimpun.
Tapi ingatlah, aku akan selalu ada,
Karena tanpa duka, hidup tak sempurna."

Aku mengangguk, menerima kenyataan,
"Duka, kau bagian dari perjalanan.
Tapi jangan harap kau bisa menguasai,
Hatiku milikku, bukan milik sepi."

Berdebat dengan duka, aku memahami,
Ia tak pergi, tapi tak harus kuikuti.
Setiap langkah adalah pelajaran,
Antara tangis dan tawa, aku temukan jalan.

Duka berkata, "Aku tak akan pergi jauh,
Di balik bahagia, aku tetap bertaut.
Tapi kini kau tahu, aku hanya teman,
Yang hadir untuk menguatkan beban."

Aku tersenyum, meski hati masih bergetar,
"Duka, kau memang tak bisa kuingkar.
Tapi hari ini, aku memilih berdamai,
Melangkah maju, tak lagi terburai."

Berdebat dengan duka, ku menangkan jiwa,
Harapan tumbuh, menghapuskan luka.
Dan meski duka tetap setia di sisi,
Aku memilih hidup dengan hati yang berani.

Kini duka hanyalah bisikan,
Bukan lagi teriakan yang menyakitkan.
Dalam perdebatan, aku temukan arti,
Bahwa duka adalah guru sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun