Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Di Bawah Terik Matahari

22 November 2024   11:59 Diperbarui: 22 November 2024   12:08 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Bawah Terik Matahari

Di bawah terik matahari,
langit membakar wajah,
keringat jatuh seperti hujan panas,
tapi tak ada awan, hanya kosong yang memekik.

Pohon-pohon berdiri lesu,
daun-daunnya bernapas berat,
seperti kita, yang mencari teduh
di bayangan yang semakin hilang.

Aspal menyala,
menyimpan rahasia langkah-langkah tua,
suara klakson menggema,
mengiringi melodi kota yang haus.

Di bawah terik matahari,
wajah-wajah terangkat,
mata-mata memicing,
mencari sedikit ampunan dari langit.

Kaki berjalan tanpa tujuan,
sepatunya berbicara pada tanah,
"Berapa lama lagi ini akan berakhir?"
dan tanah hanya tertawa,
seperti tahu rahasia yang kita lupa.

Di bawah terik matahari,
segala terasa lambat,
waktu meregang,
membuat bayangan kita terjerat di masa lalu.

Tapi ada yang tetap bertahan,
senyum kecil di balik debu,
anak-anak bermain,
membuat dunia seakan lunak.

Matahari, yang tak pernah lelah,
menatap kita dari atas,
seperti berkata,
"Kalian akan baik-baik saja,
asal tahu caranya hidup dalam panas."

Di bawah terik matahari,
hidup terus berjalan,
kita semua penari dalam tarian
yang tak pernah kita pilih.

Di bawah terik matahari,
pasir di jalan menggigil hangat,
seperti membisikkan cerita lama
tentang manusia dan perjuangan.

Langkah-langkah kecil terus berdetak,
menghitung waktu yang tak pernah berhenti,
setiap jejak adalah saksi bisu,
bahwa hidup adalah tentang terus bergerak.

Cahaya menusuk hingga ke tulang,
membakar lelah yang sudah tertumpuk,
tapi hati menolak menyerah,
seperti baja yang menempa dirinya sendiri.

Di bawah terik matahari,
setiap bayang adalah harapan,
setiap nafas adalah doa,
bahwa esok akan ada hujan,
mendinginkan luka-luka yang terpendam.

Kita tak takut pada panas,
sebab dalamnya ada api kehidupan,
mengalir di darah kita,
menjadi alasan untuk terus berani berdiri.

Di bawah terik matahari,
hidup menemukan maknanya,
dalam langkah-langkah kecil,
dalam keringat yang jatuh ke bumi.

Dan ketika senja datang perlahan,
membawa angin yang menyentuh lembut,
kita tahu,
bahwa semua ini hanya sementara,
dan malam akan memberi jeda.

Di bawah terik matahari,
kita belajar,
bahwa panas bukan musuh,
melainkan guru
yang mengajari cara bertahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun