Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Diam Belum Tentu Emas

14 November 2024   13:28 Diperbarui: 14 November 2024   13:55 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diam Belum Tentu Emas

Di balik diam yang sunyi, tersembunyi rasa,
Tidak selalu tenang, tidak selalu bahagia,
Seringkali hanya sebuah topeng yang menutup luka,
Diam belum tentu emas, kadang hanya dusta.

Saat bibir terkatup rapat tanpa kata,
Ada hati yang bergejolak, teriak tanpa suara,
Diam di luar, namun di dalam jiwa berontak,
Seperti ombak besar di samudera yang tak nampak.

Banyak yang berkata, diam itu bijaksana,
Namun di sana ada jiwa yang terperangkap derita,
Diam bukan emas ketika hati terluka,
Hanya sebuah penjara tanpa pintu terbuka.

Kadang diam adalah ketakutan yang tak terucap,
Menahan beban, tak tahu bagaimana melepaskan,
Bukan karena tidak tahu atau tak paham,
Tapi karena takut dunia tak mau mendengarkan.

Di tengah keramaian, diam menjadi pilihan,
Menutupi rasa sakit dari tatapan penuh harapan,
Namun bukan berarti semua baik-baik saja,
Diam bisa menjadi jeritan yang tak terdengar oleh siapa.

Ada saatnya diam adalah protes yang tertahan,
Ketika kata-kata terasa tak lagi bermakna,
Diam bukanlah emas bagi jiwa yang terperangkap,
Ia hanya menjadi beban yang tak terlepaskan.

Banyak hati yang memilih diam dalam perih,
Mengira itu adalah jalan terbaik untuk berdamai,
Namun luka tak pernah sembuh dengan sendiri,
Diam bisa menjadi racun yang tak terlihat, perlahan mematikan.

Dalam sunyi, ada amarah yang tersembunyi,
Ada kesedihan yang dipendam tanpa henti,
Diam bukanlah solusi, hanya sebuah sembunyi,
Menutupi kebenaran yang sulit terungkap di sisi.

Di dunia yang gemuruh dengan suara-suara lantang,
Diam menjadi kebisuan yang membebani,
Tidak selalu menjadi emas yang berharga,
Kadang hanya menjadi luka yang tak terobati.

Jika diam adalah emas, mengapa ada air mata?
Mengapa ada luka yang tak sembuh di dada?
Mungkin diam adalah ketidakberdayaan,
Atau rasa takut yang terperangkap dalam keraguan.

Ada kalanya kata harus diucapkan,
Diam hanya menambah beban,
Jangan biarkan diam menjadi penghalang,
Untuk menyuarakan kebenaran yang selama ini tertahan.

Ketika hati ingin bicara namun tak bisa,
Diam bukanlah pilihan yang selalu mulia,
Ia bisa jadi penghalang antara dua jiwa,
Membuat cinta dan harapan menghilang begitu saja.

Mungkin ada yang memilih diam untuk menjaga,
Namun tak selamanya itu menjadi kebajikan,
Diam yang menyimpan kebohongan dan kepura-puraan,
Tidaklah menjadi emas, hanya kegelapan.

Diam belum tentu membawa kedamaian,
Ia bisa menjadi badai yang menyamar dalam ketenangan,
Saat kebenaran disembunyikan dalam kebisuan,
Diam menjadi beban, bukan lagi emas dalam genggaman.

Jadi jangan percaya bahwa diam selalu emas,
Karena kadang ia adalah perisai palsu yang memudar,
Bicaralah ketika kata-kata harus dikatakan,
Diam belum tentu emas, kadang hanya bayangan yang kelam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun