Aku melangkah tanpa jejak di langit terbuka,
Di antara awan-awan putih yang tak terjangkau tangan,
Menyapa sunyi dalam lautan tanpa dasar,
Angin menyanyikan lagu bisu, tak terdengar oleh insan.
Terasing dalam peluk mega yang sepi,
Langkahku ringan tapi hati terasa berat,
Menggapai-gapai bayang yang tak pernah pasti,
Seolah mencari jalan pulang yang terlipat.
Kabut melingkupi pandanganku,
Menutupi langit biru yang pernah ku kenal,
Ada kesunyian yang tak biasa,
Mengisyaratkan hampa di ujung perjalanan.
Di sini tak ada siang ataupun malam,
Waktu hanyalah bayang semu yang hilang,
Aku bertanya pada angin yang lewat,
Di mana ujung dari perjalanan tanpa bintang?
Awan-awan ini adalah istana tak berwujud,
Tempat aku berlabuh dalam keraguan,
Antara mimpi dan kenyataan yang kabur,
Aku terjebak dalam labirin kebingungan.
Matahari pun enggan memberi arah,
Bulan sembunyi di balik tirai halimun,
Aku bertanya pada diriku sendiri,
Adakah ini pelarian, ataukah pencarian?
Langkahku semakin lambat, meraba-raba,
Menelusuri jejak yang tak pernah ada,
Hatiku terbawa dalam pusaran teka-teki,
Seolah dijerat oleh tali yang tak terlihat.
Kapan terakhir aku melihat daratan?
Hanya kabut yang menyelimut pandangan,
Awan bergulir, menjauh dan mendekat,
Seperti arus yang menggiringku semakin jauh.
Mungkin aku tersesat bukan karena arah,
Tapi karena hati yang ragu untuk menetap,
Ada kerinduan yang tak bisa terucap,
Menghantarkanku terbang di tengah awan yang gelap.
Awan-awan ini seolah bisu,
Namun menyimpan cerita tentang yang hilang,
Di dalam sunyi, suara hatiku bergema,
Mencari arti dari setiap langkah yang tak lagi tenang.