Aku duduk dalam sunyi yang tak terungkap,
Kata-kata tertahan di balik bibir yang rapat,
Bayang-bayang kenangan menjelma nyata,
Namun tak ada suara yang bisa berkata.
Di ruang ini, cerita terbungkus sepi,
Berjalan di lorong-lorong hati yang sunyi,
Langkahku tak berjejak, tak terlihat,
Hanya gema kesendirian yang erat menggenggam erat.
Kupandangi langit, biru tanpa celah,
Seakan semua rasa tak pernah bersalah,
Menari dalam ingatan yang tak pernah mati,
Bercerita dalam bisu yang sunyi.
Aku mengulurkan tangan pada angin,
Menggapai bayangan yang terlampau dingin,
Ada kisah yang ingin terucap,
Tapi tak satu kata pun yang lepas.
Di bawah bulan yang pucat dan sendu,
Kukisahkan rindu yang tak terucap selalu,
Kisah luka, cinta, dan penantian,
Dalam diam, semua jadi kenangan.
Hujan turun membawa rasa yang pudar,
Setiap tetesnya memeluk hati yang samar,
Menarikan nada tanpa suara,
Mencipta irama dari cerita lama.
Aku bertanya pada malam yang kelam,
Apakah bisu bisa menjadi teman?
Sejuta kata tersimpan di dada,
Menunggu saat untuk bicara.
Namun, mulutku tetap terkunci,
Hanya tatapan yang mengisyaratkan janji,
Bahwa dalam diam ini tersimpan makna,
Lebih dalam dari kata-kata yang fana.
Bercerita dalam bisu adalah seni,
Mengungkap rasa tanpa bunyi,
Menyampaikan cinta dalam isyarat,
Berbisik lewat tatapan yang hangat.
Mata ini menulis puisi dalam sunyi,
Mengguratkan kisah di hati yang perih,
Setiap helaan napas, sebuah narasi,
Tentang cinta yang tersembunyi dalam diri.