Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pasrah Walau Tak Rela

7 November 2024   17:59 Diperbarui: 7 November 2024   18:05 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terbentang di hati, rindu yang membara,Namun cinta ini ternodai dusta.Di mana harap, di mana setia,
Terselip benci yang menyiksa jiwa.

Pada kenangan kita, ada getir tersisa,
Setiap tawa kini jadi luka.
Kau pergi bersama janji yang hampa,
Menggenggam pengkhianatan di ujung doa.

Mencari arti di balik kenangan,
Mengapa cinta berakhir dengan kehilangan.
Aku berjalan dalam bayang kelam,
Antara maaf dan dendam yang berderam.

Setiap malam kurenungi dalam,
Mengapa hati kau goreskan pedam?
Tak sanggup kumemeluk harapan yang karam,
Menyisakan penyesalan yang terbungkam.

Kau datang dengan janji seribu,
Namun berlalu dengan luka berliku.
Kupeluk harap dalam kelabu,
Tertinggal rindu yang terbelenggu.

Antara kita, cinta dan dusta bersua,
Mencampur rindu dengan luka yang nyata.
Aku tak lagi tahu siapa diriku,
Dalam pusaran rindu yang tak berujung temu.

Pada kelam malam, penyesalan berbisik,
Mengenang cinta yang kini berisik.
Di hati tersisa benci yang menyergap,
Membalut rindu yang mulai redup.

 Cinta yang dulu indah bersemi,
Kini layu dalam mimpi sendiri.
Rindu bertaut pada bayang sepi,
Namun benci tak mau pergi.

Sering kucari wajahmu di angan,
Walau tertusuk dalam pengkhianatan.
Penyesalan membakar dalam keheningan,
Di sela-sela rindu yang tak berkesudahan.

Betapa getir mengingat masa silam,
Saat cinta kita tak ternoda dalam.
Kini tinggal puing dan kenangan kelam,
Bercampur pedih dalam hati terpendam.

Rindu ini tak tahu jalan pulang,
Melayang-layang di antara bayang.
Terseret cinta yang penuh tangisan,
Namun dibelenggu oleh pengkhianatan.

Setiap langkah kujalani dengan beban,
Bayang wajahmu terus menghantui perlahan.
Kuingin menghapusmu dalam ingatan,
Namun rindu datang menantang penyesalan.

Di ujung malam, kuucapkan doa,
Agar benci dan rindu berhenti di sini saja.
Kuingin bebas dari jerat cinta,
Yang mengikat hati dengan dusta.

Mungkin inilah akhir dari segalanya,
Saat cinta dan benci tak lagi punya warna.
Rindu pun menepi dalam senyap yang hina,
Menyisakan hati yang luluh tak berdaya.

Selamat tinggal, kisah yang perih,
Aku belajar mencintai dalam lirih.
Antara rindu, cinta, benci, dan penyesalan,
Kuharap suatu saat akan ku temukan kedamaian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun