Dalam ruang sunyi terdengar denting,
Nada-nada lepas tanpa ikatan.
Mereka menari, masing-masing asing,
Menggema hampa, penuh kekacauan.
Tiap not mengaku raja,
Tiada saling sapa, hanya pekikan.
Dentam genderang memekik marah,
Suling menangis dalam kesendirian.
Adakah makna dalam hiruk-pikuk ini?
Simfoni rapuh, tanpa paduan.
Seperti jiwa yang hilang arah,
Berlarian mencari tempat berteduh.
Namun di situ, di antara riuh,
Ada keindahan dalam luka.
Sebuah kisah tentang kita,
Yang berteriak mencari harmoni di dunia.
Maka biarlah semua berdentum,
Dalam kesendirian, dalam kerinduan.
Sebab simfoni tanpa harmoni,
Adalah cermin hati yang mencari arti.
Yang mencari arti dalam riak duka,
Menggapai nada meski terpecah.
Hanya seberkas sinar yang redup,
Menuntun irama yang tersesat jauh.
Tapi lihatlah, dari celah kecil,
Ada harapan menyelinap perlahan.
Menyatu pelan, membentuk gema,
Menyulam hampa menjadi nada.
Walau tak sempurna, ada kekuatan,
Dalam setiap celah, dalam keretakan.
Simfoni ini, meski tanpa harmoni,
Mengajar kita arti keutuhan yang sejati.
Sebab di dunia yang tak berpadu,
Kita tetap menyanyi dalam bisu.
Menyusun melodi dengan luka,
Menemukan harmoni dalam asa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H