Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Restorative Justice dan Keadilan, Tinjauan Atas Kasus Guru Honorer Supriyani. Oleh : Rudi Sinaba

30 Oktober 2024   13:36 Diperbarui: 31 Oktober 2024   00:08 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Restorative Justice dan Keadilan: Tinjauan Atas Kasus Guru Honorer Supriyani

Oleh : Rudi Sinaba

Kisah seorang guru honorer Supriyani  yang dituduh melakukan penganiayaan terhadap siswa SD di Konawe Selatan Provinsi  Sulawesi Tenggara telah mengundang perhatian publik di tanah air.  

Dalam kasus ini, ayah korban yang adalah seorang polisi membuka peluang proses restorative justice (RJ) yang diinisiasi oleh kepala desa. Melalui RJ, diharapkan konflik ini dapat diselesaikan di luar jalur hukum

. Namun, muncul isu bahwa pihak keluarga korban meminta kompensasi sebesar 50 juta rupiah,  yang tidak sanggup dipenuhi oleh guru tersebut. Akibatnya, ia terpaksa menghadapi proses hukum dan menjalani penahanan oleh penuntut umum sebelum akhirnya memperoleh penangguhan dari hakim, dan kasus pun berlanjut ke pengadilan.

Restorative Justice: Konsep dan Nilai

Pada dasarnya, RJ bertujuan menyelesaikan konflik secara damai dan humanis, serta mengutamakan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban. RJ menawarkan kesempatan bagi korban untuk memperoleh pemulihan, dan bagi pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tanpa harus menghadapi hukuman berat.

 Pendekatan ini mengusung prinsip-prinsip seperti pemulihan bagi korban, tanggung jawab pelaku, serta reintegrasi pelaku ke masyarakat.

Restorative Justice (RJ) di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat, salah satunya melalui dua regulasi penting berikut ini:

1. Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif

Peraturan ini memberikan pedoman kepada pihak kepolisian dalam menangani tindak pidana dengan pendekatan RJ. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk mengutamakan penyelesaian perkara melalui mediasi dan musyawarah antara pelaku, korban, serta masyarakat terkait. 

Dengan adanya peraturan ini, kepolisian diharapkan dapat mengurangi jumlah perkara yang harus dibawa ke pengadilan jika sudah terselesaikan secara damai, adil, dan tuntas.

2. Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif 

Peraturan ini memberi wewenang kepada kejaksaan untuk menghentikan proses penuntutan dalam perkara pidana tertentu, asalkan telah tercapai kesepakatan antara pelaku dan korban serta memenuhi syarat-syarat RJ.

 Dengan menerapkan pendekatan ini, kejaksaan berupaya untuk mengembalikan situasi seperti semula tanpa harus membawa perkara tersebut ke ranah pengadilan. Peraturan ini mencerminkan upaya pemerintah dalam mengurangi beban peradilan dan memprioritaskan keadilan substantif.

Namun, kasus guru honorer ini menggambarkan bagaimana RJ dalam praktek dapat melenceng dari tujuan awalnya ketika ekonomi dan kekuasaan tidak seimbang. Permintaan kompensasi yang tinggi dalam proses RJ menjadi indikasi bahwa akses keadilan bagi kalangan ekonomi lemah seringkali terhambat. 

Alhasil, RJ yang seharusnya menjadi alternatif solutif, malah berubah menjadi beban tambahan bagi pelaku.

Ketimpangan Ekonomi dalam Mencapai Keadilan

RJ pada kasus guru honorer ini seharusnya membantu menyelesaikan masalah tanpa membebani pihak yang lemah. Namun, adanya tuntutan finansial sebesar Rp50 juta membuat RJ beralih fungsi menjadi semacam "transaksi." 

Keluarga korban mungkin berhak mendapatkan kompensasi, namun besarnya tuntutan, terutama untuk pelaku dari kalangan tak mampu, berpotensi menggerus rasa keadilan. RJ idealnya tidak memerlukan tuntutan yang membebani, terutama bila pelaku berasal dari kelompok ekonomi lemah.

Penangguhan Penahanan oleh Hakim

Dalam proses hukum yang akhirnya ditempuh, hakim memutuskan untuk menangguhkan penahanan guru honorer tersebut. Keputusan ini patut diapresiasi, karena penahanan pra-persidangan dapat berdampak negatif bagi pelaku, terutama bagi seorang pendidik yang memiliki latar belakang ekonomi terbatas. 

Keputusan hakim ini menunjukkan penerapan asas praduga tak bersalah dan tujuan kemanfaatan hukum untuk melindungi hak-hak pelaku sambil tetap memberikan ruang bagi proses hukum berjalan.

Pentingnya Pengawasan dalam Penerapan RJ

Kasus ini menjadi pembelajaran penting akan kebutuhan pengawasan dalam pelaksanaan RJ. Jika tidak diawasi dengan ketat, RJ justru dapat menjadi lahan yang rentan disalahgunakan untuk keuntungan pihak tertentu. 

Kepala desa atau tokoh masyarakat yang memfasilitasi RJ seharusnya tidak hanya menjadi mediator, tetapi juga memahami bahwa RJ bukanlah soal transaksi, melainkan tentang pemulihan yang adil.

RJ, bila diterapkan dengan tepat, dapat menjadi solusi efektif bagi penyelesaian konflik secara damai. Namun, kasus ini memperlihatkan bahwa dalam lingkungan sosial-ekonomi yang timpang, RJ bisa saja berpotensi disalahgunakan. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan serta panduan yang jelas agar RJ tidak terjebak dalam praktik yang merugikan.

Kesimpulan

Kasus ini mencerminkan pentingnya menjaga tujuan awal RJ agar benar-benar menghadirkan keadilan yang tidak berat sebelah. RJ seharusnya menjadi alternatif yang tidak menambah beban bagi pihak yang lemah, tetapi menjadi jembatan menuju penyelesaian yang adil. 

Penangguhan penahanan yang diberikan oleh hakim juga menunjukkan bahwa sistem hukum masih memiliki fleksibilitas untuk mencapai keseimbangan dan keadilan.

Melalui pengawasan dan pemahaman yang lebih dalam tentang RJ, masyarakat diharapkan bisa menerapkan konsep ini secara bijak, sehingga RJ tetap menjadi sarana penyelesaian konflik yang damai dan adil, bukan sekadar alat transaksi atau pemerasan terselubung.

Akhirnya tentu kita semua berharap kiranya hakim yang mengadili perkara guru Supriyani dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya kepada semua pihak, bukan saja kepada Supriyani tapi juga pihak yang merasa sebagai korban dan masyarakat luas. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun