Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Prolegnas Sejauh Mana Efektivitasnya

23 Oktober 2024   22:20 Diperbarui: 24 Oktober 2024   00:13 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program Legislasi Nasional (Prolegnas) merupakan sebuah instrumen penting dalam penyusunan regulasi di Indonesia. Setiap tahunnya, pemerintah dan DPR bersama-sama menyusun daftar prioritas rancangan undang-undang (RUU) yang diharapkan dapat menjawab berbagai masalah di tengah masyarakat. Namun, meskipun biaya besar telah dikeluarkan, sering kali hasilnya justru mengecewakan. Berbagai peraturan yang lahir melalui Prolegnas tak jarang terjebak dalam masalah tambal sulam dan revisi berulang, sementara efektivitasnya terus dipertanyakan. Apakah Prolegnas benar-benar mampu menjadi jawaban atas kompleksitas permasalahan regulasi di Indonesia? Atau justru memperburuk keadaan?

1. Kepentingan Politik yang Mendominasi Proses Legislasi

Dalam setiap tahapan penyusunan Prolegnas, kepentingan politik selalu memainkan peran besar. Banyak regulasi yang lahir dari Prolegnas cenderung lebih mengakomodasi kepentingan kelompok-kelompok elit, seperti partai politik dan pelaku bisnis besar. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Bivitri Susanti, pengamat hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, yang menilai bahwa undang-undang yang dibentuk sering kali tidak berdasarkan kepentingan publik secara luas, melainkan hanya untuk melayani agenda politik tertentu.

Contoh kasus yang mencolok adalah Omnibus Law Cipta Kerja. Meskipun diklaim sebagai solusi untuk menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki iklim investasi, banyak pihak berpendapat bahwa undang-undang tersebut lebih menguntungkan pengusaha besar daripada pekerja kecil dan masyarakat. Penolakan masif dari berbagai elemen masyarakat menunjukkan bahwa Prolegnas sering kali tidak melibatkan kepentingan rakyat dalam proses pembuatannya.

2. Kurangnya Kajian Mendalam dan Dampaknya pada Regulasi

Prolegnas kerap kali menghasilkan undang-undang yang disusun secara tergesa-gesa tanpa kajian yang mendalam. Salah satu kritikan keras datang dari Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, yang mengatakan bahwa proses legislasi di Indonesia sering kali hanya formalitas dan mengabaikan kualitas substansi. Kajian akademis yang mendalam, analisis dampak, serta diskusi dengan pihak-pihak terkait sering kali diabaikan atau dilakukan secara minimal.

Sebagai contoh, RUU Minerba yang disahkan pada tahun 2020 menimbulkan banyak polemik. Undang-undang tersebut dianggap menguntungkan pengusaha tambang dengan memberikan kemudahan izin, sementara dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat adat kurang diperhatikan. Ini menunjukkan bahwa tanpa kajian yang komprehensif, regulasi yang dihasilkan justru lebih banyak menimbulkan masalah baru daripada menyelesaikan masalah yang ada.

3. Pendekatan Tambal Sulam yang Tidak Efektif

Salah satu karakteristik dari regulasi di Indonesia adalah pendekatan tambal sulam. Alih-alih menyusun undang-undang yang benar-benar baru dan komprehensif, banyak aturan diubah hanya pada aspek-aspek tertentu. Akibatnya, aturan-aturan tersebut tidak terintegrasi dengan baik dan sering kali saling tumpang tindih.

Misalnya, revisi UU KPK pada tahun 2019 menjadi contoh nyata bagaimana pendekatan tambal sulam bisa merusak lembaga yang selama ini dianggap kuat. Perubahan pada beberapa pasal saja cukup untuk melemahkan posisi dan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi, sebuah lembaga yang diandalkan dalam memerangi korupsi di Indonesia.

Menurut Yenti Garnasih, pakar hukum pidana, pendekatan tambal sulam dalam legislasi Indonesia justru memperumit proses hukum dan menurunkan kualitas penegakan hukum. Perubahan-perubahan kecil yang dilakukan berulang kali sering kali menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda, sehingga membuat penegak hukum di lapangan kebingungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun