Blusukan, sebuah gaya politik yang populer diperkenalkan oleh Joko Widodo (Jokowi), telah menjadi salah satu elemen kunci dalam citra kepemimpinannya sejak menjabat sebagai Wali Kota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta, hingga menjadi Presiden Indonesia.Â
Pendekatan ini melibatkan kunjungan langsung ke lapangan untuk bertemu masyarakat, mendengar keluhan mereka, turun ke sawah sampai ngintip selokan,  untuk  memberikan solusi praktis atas permasalahan yang dihadapi.Â
Gaya ini tidak hanya digunakan oleh Jokowi, tetapi juga oleh putranya, Gibran Rakabuming Raka, yang mengikuti jejak ayahnya dalam menerapkan strategi blusukan selama karir politiknya sebagai Wali Kota Surakarta dan baru-baru ini sebagai Wakil Presiden.
Asal Usul dan Pengaruh Budaya
Fenomena blusukan dipengaruhi oleh tradisi lokal yang kuat. Di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Jawa, terdapat kerinduan yang mendalam akan hadirnya pemimpin yang merakyat dan mampu menyatu dengan rakyatnya. Hal ini mirip dengan konsep "Ratu Adil," mitos tentang seorang pemimpin yang datang untuk membawa keadilan dan kemakmuran bagi rakyat. Dalam tradisi Jawa, Ratu Adil adalah sosok yang ideal, dan banyak masyarakat melihat Jokowi sebagai pengejawantahan modern dari mitos tersebut.
Blusukan memungkinkan Jokowi untuk memperlihatkan diri sebagai pemimpin yang mendengarkan, dekat dengan rakyat, dan berusaha memahami kondisi riil masyarakat dari tingkat paling bawah. Pendekatan ini memperkuat citra dirinya sebagai pemimpin yang sederhana, tidak berjarak dengan rakyat, dan "turun langsung" ke lapangan, sebuah simbol kuat dari kepemimpinan populis. Penekanan pada kedekatan sosial ini sejalan dengan budaya lokal yang menghargai interaksi langsung dan personal.
Studi Ilmiah Tentang Blusukan
Beberapa studi ilmiah telah mencoba mengurai fenomena blusukan dari berbagai perspektif, termasuk komunikasi politik dan sosiologi. Salman (2013) dalam jurnal JMA menemukan bahwa komunikasi yang terjadi selama blusukan sangat interpersonal dan spontan.Â
Kedekatan fisik antara Jokowi dan warga dalam situasi blusukan, bahkan dengan segala kebisingan dan gangguan, tidak menghalangi penyampaian pesan yang efektif. Jokowi berhasil menyampaikan pesan secara verbal dan non-verbal, yang memungkinkan interaksi yang lebih alami dan mendalam dengan masyarakat.
Studi lain yang dilakukan oleh Muttaqin (2015) meneliti makna di balik blusukan bagi masyarakat Jakarta. Hasilnya menunjukkan bahwa warga menafsirkan blusukan sebagai usaha Jokowi untuk memahami kondisi mereka secara langsung, sesuatu yang jarang dilakukan pemimpin lain.Â
Ini menambah nilai emosional dan kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi.