Di tanah ladang ilusi yang subur,Sang Raja bercocok tanam benih kabar,  Ia taburkan janji ke tanah gersang,
Padi harapan, tumbuh dalam bayang-bayang.
Mahkotanya tajam, tapi bukan pada tanah,
Ia mengukir langit dengan kata-kata basah.
"Rakyatku, lihatlah! Panen gemilang menunggu,
Sungguh, angin pun berbisik, semuanya maju."
Namun, oh, ladang itu kosong melompong,
Padi harapan tak lebih dari ilalang bohong.
Dan para burung, yang selalu lapar,
Menanti jawaban dari langit yang samar.
Mereka bertanya, "Di mana janji sang Raja?
Mengapa kami kenyang hanya dari mimpi?"
Sementara itu, di istana megahnya nan tinggi,
Sang Raja tersenyum, menikmati hari.
Katanya, "Berbohonglah sejujur-jujurnya, wahai aku,
Jalin kisah indah, biar angin menipu."
Ladang ilusi terus ia tanami,
Sampai tanahnya pun lupa arti asli.
Sang Raja, oh bijaknya dia,
Menjual mimpi pada yang lapar dan dahaga.
Tapi langit tak selamanya mendung,
Dan suatu hari, hujan lebat pun turun.
Rakyat bukan ilalang yang selamanya menunduk,
Mereka angkat kepala, melihat bayang yang merunduk.
"Janji itu sekadar angin hampa," mereka bisikkan,
Sementara Sang Raja tenggelam dalam ladang khayalan.
Di akhir hari, benih itu layu,
Ladang ilusi hilang, hanya tersisa debu.
Berbohonglah sejujur-jujurnya, wahai pemimpin besar,
Tapi ingat, kebenaran selalu punya cara untuk memancar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H