Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AI dan Plagiarisme, Tantangan Etika Teknologi

14 Oktober 2024   11:59 Diperbarui: 14 Oktober 2024   12:04 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pendahuluan

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI) semakin pesat, memberikan banyak manfaat di berbagai sektor, mulai dari industri, pendidikan, hingga hiburan. Salah satu penerapannya yang menonjol adalah AI dalam pembuatan konten, seperti penulisan otomatis, pembuatan gambar, dan musik. Namun, kemudahan ini memunculkan tantangan baru, yaitu isu plagiarisme. Plagiarisme, yang didefinisikan sebagai tindakan menjiplak karya orang lain tanpa memberikan penghargaan yang semestinya, kini semakin kompleks dengan hadirnya AI.

Peran AI dalam Produksi Konten

AI dapat memproduksi teks, gambar, musik, dan video dengan sangat cepat dan dalam volume besar. Beberapa aplikasi, seperti ChatGPT, GPT-4, DALL-E, atau alat pembuat musik berbasis AI, memungkinkan pengguna untuk menghasilkan konten dengan mudah. Dalam konteks pendidikan, beberapa mahasiswa menggunakan AI untuk membantu menulis esai atau menyelesaikan tugas yang rumit. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa karya yang dihasilkan oleh AI dapat berpotensi melanggar hak kekayaan intelektual, terutama jika hasil yang disusun merupakan tiruan dari karya orang lain tanpa atribusi yang tepat.

Sebuah survei dari Turnitin, salah satu platform deteksi plagiarisme terbesar, menunjukkan bahwa kasus plagiarisme akademik meningkat sekitar 10% antara tahun 2019 dan 2023, seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi otomatisasi, termasuk AI dalam penulisan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa semakin bergantung pada teknologi untuk menyelesaikan tugas mereka, dan sering kali tanpa memberikan kredit yang memadai kepada sumber aslinya .

Laporan Education Week pada tahun 2022 juga menunjukkan bahwa lebih dari 60% guru khawatir penggunaan AI untuk penulisan otomatis akan menyebabkan pelanggaran akademik. Mereka menyebut bahwa kemampuan AI dalam meniru gaya tulisan manusia membuat plagiarisme lebih sulit dideteksi dengan metode tradisional 

Perspektif Ahli tentang Tantangan Etika

Beberapa ahli etika teknologi menyoroti risiko etika yang ditimbulkan oleh AI terkait plagiarisme. Profesor Kate Devlin, seorang pakar etika AI dari King's College London, berpendapat bahwa AI dapat dengan mudah "mengaburkan" batas antara karya orisinal dan plagiarisme karena kemampuan AI dalam meniru dan mengkontekstualisasikan informasi dari berbagai sumber tanpa pemahaman sebenarnya tentang kepemilikan intelektual .

Sementara itu, Stephen Marche, seorang penulis dan ahli AI, berpendapat bahwa AI bukanlah masalah itu sendiri, melainkan penggunaannya yang tidak bertanggung jawab oleh manusia. Ia menyatakan bahwa AI seharusnya menjadi alat yang membantu kreativitas manusia, bukan menggantikannya. Menurutnya, tanggung jawab moral tetap berada pada pengguna AI, bukan pada teknologinya.

Plagiarisme dan Sistem Deteksi

Saat ini, sistem deteksi plagiarisme seperti Turnitin dan Grammarly bekerja dengan cara memindai teks dan membandingkannya dengan database besar dari karya tulis yang sudah ada. Namun, seiring dengan kemajuan AI dalam menghasilkan teks yang semakin mirip dengan hasil karya manusia, sistem ini menghadapi kesulitan dalam mengidentifikasi apakah sebuah karya merupakan hasil orisinal atau buatan mesin.

AI cenderung mengambil informasi dari berbagai sumber yang tersedia secara online dan merekombinasinya menjadi teks yang baru. Meskipun ini tidak selalu merupakan plagiarisme dalam arti klasik, karena tidak ada kalimat yang diambil langsung tanpa modifikasi, potensi pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual tetap ada. Hal ini dikarenakan AI sering kali tidak memberikan atribusi yang tepat kepada penulis asli.

Solusi dan Tindakan Preventif

Untuk menghadapi tantangan ini, beberapa solusi yang telah diajukan oleh para ahli meliputi:

1. Transparansi dalam Penggunaan AI
Pengguna harus secara terbuka menyatakan penggunaan AI dalam menghasilkan konten. Hal ini dapat dilakukan dengan menambahkan catatan atau pernyataan yang menyebutkan bahwa teks atau karya visual yang dihasilkan menggunakan bantuan AI.

2. Regulasi Teknologi AI
Banyak ahli, termasuk Profesor Ryan Calo dari University of Washington, berpendapat bahwa perlu ada regulasi yang lebih ketat dalam penggunaan AI, terutama yang berpotensi menghasilkan karya kreatif. Ini termasuk menetapkan batasan tentang sejauh mana AI dapat digunakan dalam produksi konten tanpa pelanggaran hak cipta.

3. Peningkatan Sistem Deteksi Plagiarisme
Teknologi deteksi plagiarisme juga harus ditingkatkan untuk mampu mengidentifikasi karya yang dihasilkan oleh AI. Ini mencakup pembuatan algoritma baru yang dapat mengenali pola-pola penulisan otomatis yang sering kali tidak terlihat oleh alat deteksi plagiarisme tradisional.

4. Etika Penggunaan AI dalam Pendidikan
Lembaga pendidikan juga harus memberikan pemahaman yang mendalam kepada siswa tentang pentingnya etika akademik. Penggunaan AI sebagai alat bantu harus dilengkapi dengan kebijakan yang jelas agar siswa tetap diajarkan nilai orisinalitas dalam karya akademis mereka.

Apakah AI akan mereduksi Intelektual Siswa

AI dapat mereduksi kemampuan intelektual siswa jika digunakan secara tidak bijak, seperti jika siswa terlalu bergantung pada AI untuk menyelesaikan tugas tanpa berpikir kritis. Ini dapat menurunkan motivasi belajar dan mendorong penyederhanaan proses berpikir. Namun, AI juga bisa memperkuat kemampuan intelektual siswa jika digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, memfasilitasi pembelajaran mandiri, mengurangi beban kognitif, dan membantu pengembangan keterampilan teknologi. Intinya, dampak AI pada kemampuan intelektual siswa tergantung pada cara penggunaannya—apakah untuk mendukung atau menggantikan proses belajar.

Kesimpulan

Plagiarisme yang disebabkan oleh penggunaan AI dalam produksi konten menimbulkan tantangan etika yang besar dalam dunia pendidikan, seni, dan industri kreatif. AI adalah alat yang sangat kuat dan dapat digunakan untuk mendukung kreativitas manusia, tetapi juga memiliki potensi untuk disalahgunakan jika tidak diatur dengan baik. Seiring dengan meningkatnya penggunaan AI, penting untuk menetapkan batas-batas etika yang jelas dan sistem regulasi yang kuat guna memastikan bahwa teknologi ini tidak merugikan integritas intelektual manusia.

Dengan kerja sama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan pengembang teknologi, diharapkan bahwa isu plagiarisme ini dapat ditangani dengan baik, sehingga AI dapat terus dimanfaatkan secara positif tanpa menimbulkan pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual atau nilai etika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun