Legalitas dan legitimasi hukum adalah tema yang menarik dan mendalam dalam filsafat hukum. Legalitas dan legitimasi merupakan dua konsep yang berhubungan erat tetapi memiliki makna dan peran yang berbeda dalam konteks hukum. Keduanya penting untuk memahami secara utuh bagaimana hukum berfungsi dalam masyarakat dan bagaimana hukum itu diterima serta dihormati oleh warga negara.
1. Legalitas: Keabsahan Formal Hukum
Legalitas merujuk pada keabsahan hukum yang ditentukan oleh aturan formal atau prosedural dalam sistem hukum. Sebuah aturan atau kebijakan dianggap legal jika ia sesuai dengan prosedur, struktur, dan aturan yang telah ditetapkan dalam sistem hukum. Konsep ini seringkali bersandar pada persyaratan teknis dan prosedural, seperti peraturan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif, keputusan oleh badan yudisial, atau regulasi yang dibuat oleh otoritas eksekutif.
Dalam konteks legalitas, hukum tidak dinilai berdasarkan nilai moral atau penerimaan sosialnya, tetapi hanya pada kepatuhannya terhadap prosedur yang telah disepakati. Misalnya, undang-undang yang dibuat oleh parlemen dan disetujui secara resmi oleh presiden akan dianggap memiliki legalitas meskipun mungkin ada sejumlah orang yang merasa undang-undang tersebut tidak adil atau bermoral.
Pendekatan positivisme hukum, seperti yang dikemukakan oleh H.L.A. Hart dan Hans Kelsen, sangat menekankan pentingnya legalitas. Mereka berpendapat bahwa selama aturan tersebut dibuat dan diterapkan sesuai dengan aturan pengakuan atau norma dasar yang sah, aturan tersebut memiliki legalitas dan dapat diterapkan.
2. Legitimasi: Keterterimaan Sosial dan Moralitas Hukum
Legitimasi berkaitan dengan penerimaan masyarakat terhadap hukum berdasarkan keadilan, moralitas, dan nilai-nilai sosial yang dianggap benar. Sebuah aturan hukum dianggap memiliki legitimasi jika diakui dan diterima oleh masyarakat sebagai aturan yang sah bukan hanya karena prosedurnya, tetapi juga karena aturan tersebut sesuai dengan norma-norma moral atau etika yang berlaku dalam masyarakat.
Pandangan ini didukung oleh beberapa ahli filsafat dan teori hukum yang menekankan pentingnya legitimasi untuk memastikan bahwa hukum dihormati dan ditaati oleh masyarakat:
John Rawls dalam karyanya A Theory of Justice mengemukakan bahwa hukum yang sah adalah hukum yang memenuhi prinsip keadilan. Menurut Rawls, hukum yang adil harus mencerminkan persetujuan dan dukungan masyarakat, yang berlandaskan pada prinsip keadilan sebagai dasar untuk menciptakan keteraturan dan harmoni dalam masyarakat. Rawls berpendapat bahwa keadilan adalah aspek penting dari legitimasi hukum, dan hukum yang adil akan mendapatkan dukungan publik yang luas.
Jrgen Habermas, seorang filsuf dan sosiolog Jerman, berpendapat bahwa hukum yang sah harus didasarkan pada komunikasi yang bebas dan rasional di antara anggota masyarakat. Dalam pandangannya, legitimasi hukum diperoleh melalui proses deliberasi publik, di mana semua pihak dapat berpartisipasi dalam pembuatan hukum. Habermas menekankan bahwa hukum harus sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan memberikan ruang bagi partisipasi publik, sehingga hukum tersebut memiliki legitimasi moral di mata masyarakat.
3. Hubungan antara Legalitas dan Legitimasi