Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kudeta Terhadap Pemerintahan Yang Zalim, Legitim atau Tidak. Oleh : Rudi Sinaba

25 September 2024   12:24 Diperbarui: 28 September 2024   08:11 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari perspektif etika, kudeta untuk keadilan dapat dipertimbangkan sah secara moral jika dilakukan untuk mengakhiri penindasan yang parah dan membawa keadilan bagi rakyat. Namun, penting untuk menilai niat, metode, dan konsekuensi dari kudeta tersebut.

Jika kudeta dilakukan dengan cara-cara yang menghormati hak asasi manusia dan menghindari kekerasan yang tidak perlu, serta menghasilkan pemerintahan yang lebih adil, maka dapat dikatakan bahwa kudeta tersebut memiliki keabsahan moral. Sebaliknya, jika kudeta dilakukan untuk kepentingan segelintir elit dan menimbulkan penderitaan yang lebih besar bagi rakyat, maka tindakan tersebut sulit dibenarkan secara etis.

Hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan, harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap tindakan yang melibatkan kekerasan, termasuk kudeta. Tindakan yang merusak hak-hak ini tanpa alasan yang kuat dan sah mungkin dianggap tidak etis, bahkan jika tujuannya adalah keadilan.

4. Pendapat Kontemporer

Dalam diskursus kontemporer, banyak pemikir politik dan praktisi hukum mulai mengeksplorasi kembali keabsahan kudeta dalam konteks modern, di mana teknologi, media sosial, dan keterkaitan global telah mengubah dinamika kekuasaan. Salah satu contoh yang relevan adalah revolusi dan kudeta yang terjadi dalam konteks "Arab Spring". Gerakan ini, yang dipicu oleh tuntutan keadilan sosial dan penentangan terhadap pemerintahan otoriter, menghasilkan perubahan rezim di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika Utara.

Namun, hasil dari perubahan ini sering kali bercampur; sementara beberapa rezim otoriter berhasil digulingkan, hasil akhirnya sering kali tidak mencapai harapan awal para revolusioner, dan dalam beberapa kasus, malah mengarah pada instabilitas yang lebih besar, kekerasan berkepanjangan, dan kemunduran dalam hak asasi manusia.

Para analis kontemporer seperti Gene Sharp, yang meneliti strategi non-kekerasan, mengemukakan bahwa kudeta yang dilakukan tanpa kekerasan, melalui kekuatan rakyat dan pembangkangan sipil, lebih mungkin menghasilkan pemerintahan yang lebih stabil dan adil dibandingkan dengan kudeta bersenjata. Sharp berpendapat bahwa kekerasan sering kali hanya menciptakan siklus kekerasan yang baru, dan bahwa keadilan sejati lebih mungkin dicapai melalui cara-cara damai yang menggerakkan dukungan rakyat secara luas.

Sementara itu, akademisi lain seperti Jack Goldstone menyoroti pentingnya memahami kondisi struktural yang mendahului kudeta atau revolusi. Menurut Goldstone, tanpa adanya reformasi yang mendasar dalam struktur ekonomi dan politik, kudeta yang berhasil menggulingkan pemerintahan tidak serta merta membawa keadilan atau perubahan positif, melainkan hanya menciptakan rezim baru yang mungkin sama atau bahkan lebih represif.

5. Kudeta dalam Sejarah

Untuk memahami lebih jauh keabsahan kudeta dari sudut pandang historis, berikut adalah dua contoh nyata dari kudeta yang sukses dan yang gagal, serta latar belakangnya:

A. Kudeta yang Sukses: Revolusi Kuba (1953-1959)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun