Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menemukan Mens Rea (Niat Jahat) dalam Tipikor Pemerasan. Oleh : Rudi Sinaba

14 September 2024   15:06 Diperbarui: 14 September 2024   17:47 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan luar biasa yang memberikan dampak signifikan terhadap tatanan sosial, politik, dan ekonomi suatu negara. Salah satu bentuk korupsi yang sering terjadi adalah pemerasan. Pemerasan dalam konteks korupsi melibatkan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara mengancam atau memaksa pihak lain. 

Dalam konteks hukum pidana, penting untuk menemukan unsur mens rea atau niat jahat (guilty mind) dalam kasus tindak pidana korupsi pemerasan, karena ini menjadi elemen kunci dalam menentukan kesalahan dan tanggung jawab pidana pelaku. Artikel ini akan mengkaji bagaimana mens rea ditemukan dalam tindak pidana korupsi pemerasan dengan mengacu pada berbagai pendapat ahli dan studi kasus.1. Pemahaman Tentang Mens Rea dan Tindak Pidana Pemerasan dalam Korupsi

Dalam hukum pidana, mens rea merujuk pada keadaan mental atau niat jahat pelaku saat melakukan tindak pidana. Unsur ini penting untuk membedakan antara perbuatan yang dilakukan secara sengaja atau lalai. Dalam kasus tindak pidana korupsi, khususnya pemerasan, unsur mens rea melibatkan niat untuk menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang yang dimiliki guna memperoleh keuntungan yang tidak sah.

Pemerasan dalam konteks tindak pidana korupsi, sesuai dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, didefinisikan sebagai perbuatan pejabat publik yang memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan cara kekerasan atau ancaman. Berdasarkan ketentuan ini, pemerasan mengandung unsur tindakan dengan cara yang tidak sah, baik secara fisik maupun psikologis.

Menurut R.S. Badan (2018), dalam konteks korupsi pemerasan, mens rea terbagi menjadi dua bentuk utama: dolus directus (niat langsung untuk melakukan tindakan pemerasan) dan dolus eventualis (kesadaran bahwa tindakan tersebut dapat menyebabkan akibat pidana, tetapi tetap dilakukan). Kedua bentuk mens rea ini menekankan pentingnya adanya niat jahat yang dapat dibuktikan melalui perilaku atau tindakan nyata pelaku.

2. Menemukan Mens Rea dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Pemerasan

Untuk menemukan mens rea dalam tindak pidana korupsi pemerasan, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, antara lain:

Pendekatan Subyektif: 

Pendekatan ini melihat keadaan pikiran atau niat pelaku pada saat melakukan perbuatan. Misalnya, dalam kasus seorang pejabat publik yang memaksa perusahaan tertentu untuk memberikan suap dengan mengancam tidak akan meloloskan izin usaha mereka, harus ada bukti bahwa pejabat tersebut memiliki niat untuk memperoleh keuntungan pribadi atau keuntungan bagi pihak lain secara tidak sah.

Pendekatan Obyektif: 

Pendekatan ini lebih fokus pada tindakan yang dilakukan dan bagaimana tindakan tersebut dapat mengindikasikan adanya mens rea. Misalnya, jika seorang pejabat secara sistematis mengatur pertemuan tertutup dengan pelaku usaha untuk meminta imbalan, hal ini bisa menjadi bukti adanya niat jahat (premeditasi) di balik tindakannya.

Pembuktian melalui Bukti Kontekstual:

 Dalam banyak kasus korupsi pemerasan, pembuktian mens rea dapat ditemukan melalui bukti-bukti kontekstual seperti rekaman percakapan, pesan tertulis, atau saksi yang melihat adanya upaya intimidasi atau pemerasan. Misalnya, dalam kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) vs. Bupati Kuantan Singingi, Mursini (2020), bukti-bukti seperti rekaman pembicaraan telepon dan transfer uang menjadi dasar pembuktian mens rea pejabat publik yang terlibat.

Analisis Psikologis dan Perilaku: 

Menurut Muladi (2002), pendekatan psikologis terhadap perilaku pelaku juga bisa membantu menemukan mens rea dalam tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, penting untuk melihat apakah ada pola tindakan yang menunjukkan adanya niat untuk menyalahgunakan kekuasaan atau otoritas guna memperoleh keuntungan secara tidak sah.

3. Pendapat Ahli Tentang Mens Rea dalam Korupsi Pemerasan

Beberapa ahli hukum pidana memberikan pandangan berbeda tentang bagaimana mens rea dapat ditemukan dan dibuktikan dalam tindak pidana korupsi pemerasan:

P.A.F. Lamintang (1997) berpendapat bahwa pembuktian mens rea dalam tindak pidana korupsi pemerasan sangat tergantung pada bukti yang menunjukkan adanya niat untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam pandangannya, niat atau kehendak harus jelas terlihat melalui tindakan konkrit, seperti ancaman yang dilakukan atau tuntutan suap.

Barda Nawawi Arief (2010) mengemukakan bahwa mens rea dalam kasus korupsi pemerasan sering kali sulit dibuktikan jika hanya mengandalkan bukti langsung. Menurutnya, penting untuk mengkombinasikan bukti langsung dan tidak langsung, serta melakukan analisis terhadap motif dan pola perilaku pelaku untuk mengungkap niat jahat yang sebenarnya.

Muladi (2002) menambahkan bahwa keberadaan mens rea juga bisa dilihat dari konteks di mana tindakan tersebut dilakukan. Dalam kasus pejabat publik yang sudah berulang kali melakukan tindakan yang sama, hal ini dapat menjadi indikasi bahwa tindakan tersebut memang dilakukan dengan niat jahat dan tidak hanya terjadi secara kebetulan atau kelalaian.

4. Studi Kasus: Menemukan Mens Rea dalam Tindak Pidana Korupsi Pemerasan

Studi kasus berikut menunjukkan bagaimana mens rea dalam korupsi pemerasan dapat ditemukan dan dibuktikan:

Kasus Setya Novanto (2017): 

Dalam kasus ini, mantan Ketua DPR RI Setya Novanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pengadaan KTP elektronik yang merugikan negara triliunan rupiah. Dalam dakwaan, ditemukan bahwa Setya Novanto memiliki mens rea karena secara aktif terlibat dalam pertemuan-pertemuan yang membahas pembagian dana korupsi, serta menggunakan posisinya untuk memeras dan menekan pihak lain agar terlibat dalam skema tersebut. Bukti-bukti percakapan dan rekaman audio menjadi bukti kuat adanya niat jahat dalam kasus ini.

Kasus Edhy Prabowo (2021): 

Edhy Prabowo, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, ditangkap oleh KPK atas tuduhan menerima suap terkait ekspor benih lobster. Dalam kasus ini, mens rea Edhy Prabowo ditemukan melalui berbagai bukti transaksi keuangan yang mencurigakan, percakapan dengan para pelaku usaha, serta pengaturan sistematis yang menunjukkan adanya niat untuk memanfaatkan jabatannya untuk keuntungan pribadi.

5. Kesimpulan

Menemukan mens rea dalam tindak pidana korupsi pemerasan merupakan hal yang esensial dalam proses peradilan pidana. Pembuktian mens rea dalam korupsi pemerasan dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, baik subyektif maupun obyektif, dengan dukungan bukti kontekstual dan analisis psikologis. Pendapat para ahli dan studi kasus menunjukkan bahwa meskipun pembuktian mens rea sering kali rumit, pola tindakan, rekaman percakapan, saksi, dan bukti lain yang relevan dapat membantu memperjelas niat jahat pelaku. Oleh karena itu, penting bagi aparat penegak hukum untuk menggunakan pendekatan multidimensional dalam mengidentifikasi dan membuktikan mens rea guna menegakkan keadilan dalam kasus-kasus korupsi pemerasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun