Sejak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law pada tahun 2020, pemerintah mengklaim bahwa undang-undang ini akan menciptakan lapangan kerja, mempercepat investasi, dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan sebaliknya. UU Cipta Kerja tidak hanya gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan, tetapi juga terbukti mempercepat kerusakan lingkungan di Indonesia.
Janji Manis Kesejahteraan yang Gagal Terwujud
UU Cipta Kerja disebut-sebut sebagai solusi untuk menyederhanakan regulasi dan mendorong masuknya investasi asing serta membuka lebih banyak lapangan kerja. Pemerintah berjanji bahwa UU ini akan membantu menciptakan 9 juta lapangan kerja  dalam beberapa tahun ke depan. Namun, data menunjukkan bahwa efek yang diharapkan pada kesejahteraan rakyat justru tidak tercapai.
1. Lapangan Kerja yang Tak Kunjung Datang:
Allih-alih menciptakan jutaan lapangan kerja baru, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka justru meningkat dari 7,07% pada 2020 menjadi  7,35 pada 2022. Banyak pekerjaan yang tercipta ternyata hanya bersifat kontrak atau sementara, dengan minim jaminan sosial dan keamanan kerja bagi pekerja. Hal ini menunjukkan bahwa UU Cipta Kerja lebih memfasilitasi fleksibilitas tenaga kerja bagi perusahaan daripada menciptakan pekerjaan layak yang berkelanjutan.
2. Kesenjangan Ekonomi yang Semakin Lebar:
UU Cipta Kerja juga dinilai lebih menguntungkan korporasi besar dan investor asing daripada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurut laporan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), hanya sekitar 15% dari UMKM yang benar-benar merasakan manfaat langsung dari undang-undang ini, sementara sisanya menghadapi tantangan yang semakin besar dalam bersaing dengan perusahaan besar yang lebih mudah mendapatkan izin usaha dan insentif pajak.
3. Hak Pekerja yang Tergerus:
Berbagai ketentuan dalam UU Cipta Kerja, seperti penghapusan upah minimum sektoral dan pemangkasan pesangon, mengakibatkan semakin lemahnya perlindungan bagi pekerja. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Â menyebut UU ini sebagai "undang-undang perbudakan modern" karena mengurangi hak-hak dasar pekerja dan menambah ketidakpastian dalam pekerjaan.
Kerusakan Lingkungan yang Meningkat
Selain tidak berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat, UU Cipta Kerja justru mempercepat kerusakan lingkungan. Beberapa ketentuan dalam UU ini dianggap memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi dan eksploitasi tanpa memikirkan dampak lingkungan jangka panjang.